David Tobing gugat Garuda karena makanan ringan
3 April 2018 14:16 WIB
Ilustrasi - Ratusan orang menunggu penerbangan yang terlambat di ruang tunggu terminal 3 Bandar udara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (18/2/15). (ANTARA FOTO/Lucky R)
Jakarta (ANTARA News) - David Tobing yang juga adalah Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT Garuda Indonesia Tbk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena tidak diberikan makanan ringan.
"Gugatan dengan nomor 198/Pdt.G/2018/PN.JKT.PST telah terdaftar Selasa ini karena dirinya dirugikan setelah Garuda tidak memberikan kompensasi berupa makanan ringan atas keterlambatan keberangkatan penerbangan (flight delayed) selama 70 menit," kata David Tobing di Jakarta, Selasa.
Menurut David, dengan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Indonesia No. 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia, seharusnya dirinya mendapatkan kompensasi berupa makanan ringan karena pesawat Garuda Indonesia yang ditumpanginya mengalami keterlambatan penerbangan selama lebih dari 60 menit.
Dia mengungkapkan gugatan ini bermula ketika pada Selasa 27 Maret 2018, penerbangan Garuda Indonesia GA152 dari Bandara Soekarno Hatta, Jakarta menuju Batu Besar Hang Nadim, Batam yang seharusnya lepas landas pada pukul 09.10 WIB mengalami beberapa kali keterlambatan penerbangan hingga kemudian baru melakukan block off meninggalkan tempat parkir pesawat (apron) pada pukul 10.20 WIB dan baru lepas landas (take-off) pada pukul 10.45 WIB.
David selaku salah satu penumpang pesawat tersebut menyayangkan sikap pihak Garuda sebagai maskapai penerbangan terbesar di Indonesia yang mengabaikan kewajibannya serta hak-hak penumpang selaku konsumen untuk mendapatkan kompensasi akibat keterlambatan penerbangan yang dilakukan oleh pihak Garuda Indonesia.
"Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan terbesar di Indonesia seharusnya menjadi contoh bagi maskapai penerbangan lainnya untuk taat pada hukum dengan melaksanakan kewajibannya memenuhi hak-hak penumpang selaku konsumen ketika terjadi keterlambatan penerbangan (flight delayed) sesuai dengan ketentuan dalam Permenhub 89 Tahun 2015 yang dalam kasus ini adalah memberikan makanan ringan akibat keterlambatan penerbangan selama 70 menit" ujar David.
David menambahkan bahwa Garuda juga telah lalai memberikan informasi yang benar dan jelas tentang alasan keterlambatan penerbangan dan kepastian keberangkatan yang seharusnya diberitahukan kepada penumpang selambat-lambatnya 45 menit sebelum jadwal keberangkatan sehingga karenanya Garuda telah nyata-nyata melakukan perbuatan melawan hukum.
Menurut David, penumpang sering dipermainkan dalam hal informasi tentang keterlambatan dan hal ini sudah dianggap "biasa" oleh Maskapai.
"Modusnya bermacam macam, ada yang memberikan informasi sepenggal-penggal, misal disampaikan pertama akan terlambat 25 menit namun setelah 25 menit berlalu disampaikan lagi akan terlambat 25 menit lagi atau ada yang menaikan penumpang ke pesawat agar "ditenangkan" terlebih dulu tetapi di dalam pesawat masih menunggu puluhan menit baru berangkat.
"Perlu diingat bahwa definisi keterlambatan adalah perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan yaitu pada saat pesawat block off meninggalkan tempat parkir pesawat (apron) atau block on dan parkir di apron bandara tujuan sehingga Konsumen berhak atas informasi yang jelas dan jujur tentang jadwal keberangkatan dan jadual ketibaan di tempat tujuan" tambahnya.
"Jadi kalau ada keterlambatan keberangkatan maupun keterlambatan ketibaan di tempat tujuan, penumpang harus diberikan kompensasi baik waktu sebelum berangkat ataupun setelah tiba di tempat tujuan," katanya.
"Gugatan dengan nomor 198/Pdt.G/2018/PN.JKT.PST telah terdaftar Selasa ini karena dirinya dirugikan setelah Garuda tidak memberikan kompensasi berupa makanan ringan atas keterlambatan keberangkatan penerbangan (flight delayed) selama 70 menit," kata David Tobing di Jakarta, Selasa.
Menurut David, dengan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Indonesia No. 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia, seharusnya dirinya mendapatkan kompensasi berupa makanan ringan karena pesawat Garuda Indonesia yang ditumpanginya mengalami keterlambatan penerbangan selama lebih dari 60 menit.
Dia mengungkapkan gugatan ini bermula ketika pada Selasa 27 Maret 2018, penerbangan Garuda Indonesia GA152 dari Bandara Soekarno Hatta, Jakarta menuju Batu Besar Hang Nadim, Batam yang seharusnya lepas landas pada pukul 09.10 WIB mengalami beberapa kali keterlambatan penerbangan hingga kemudian baru melakukan block off meninggalkan tempat parkir pesawat (apron) pada pukul 10.20 WIB dan baru lepas landas (take-off) pada pukul 10.45 WIB.
David selaku salah satu penumpang pesawat tersebut menyayangkan sikap pihak Garuda sebagai maskapai penerbangan terbesar di Indonesia yang mengabaikan kewajibannya serta hak-hak penumpang selaku konsumen untuk mendapatkan kompensasi akibat keterlambatan penerbangan yang dilakukan oleh pihak Garuda Indonesia.
"Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan terbesar di Indonesia seharusnya menjadi contoh bagi maskapai penerbangan lainnya untuk taat pada hukum dengan melaksanakan kewajibannya memenuhi hak-hak penumpang selaku konsumen ketika terjadi keterlambatan penerbangan (flight delayed) sesuai dengan ketentuan dalam Permenhub 89 Tahun 2015 yang dalam kasus ini adalah memberikan makanan ringan akibat keterlambatan penerbangan selama 70 menit" ujar David.
David menambahkan bahwa Garuda juga telah lalai memberikan informasi yang benar dan jelas tentang alasan keterlambatan penerbangan dan kepastian keberangkatan yang seharusnya diberitahukan kepada penumpang selambat-lambatnya 45 menit sebelum jadwal keberangkatan sehingga karenanya Garuda telah nyata-nyata melakukan perbuatan melawan hukum.
Menurut David, penumpang sering dipermainkan dalam hal informasi tentang keterlambatan dan hal ini sudah dianggap "biasa" oleh Maskapai.
"Modusnya bermacam macam, ada yang memberikan informasi sepenggal-penggal, misal disampaikan pertama akan terlambat 25 menit namun setelah 25 menit berlalu disampaikan lagi akan terlambat 25 menit lagi atau ada yang menaikan penumpang ke pesawat agar "ditenangkan" terlebih dulu tetapi di dalam pesawat masih menunggu puluhan menit baru berangkat.
"Perlu diingat bahwa definisi keterlambatan adalah perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan yaitu pada saat pesawat block off meninggalkan tempat parkir pesawat (apron) atau block on dan parkir di apron bandara tujuan sehingga Konsumen berhak atas informasi yang jelas dan jujur tentang jadwal keberangkatan dan jadual ketibaan di tempat tujuan" tambahnya.
"Jadi kalau ada keterlambatan keberangkatan maupun keterlambatan ketibaan di tempat tujuan, penumpang harus diberikan kompensasi baik waktu sebelum berangkat ataupun setelah tiba di tempat tujuan," katanya.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: