Jakarta (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan dan Pemerintah terus mengembangkan penerapan pola "blended finance" sebagai salah satu instrumen keuangan untuk membiayai tujuan pembangunan berkelanjutan (Suistanable Development Goals/SDGs).
"OJK bersama Pemerintah serius mengembangkan `blended finance` ini sebagai salah satu instrumen keuangan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menutup keterbatasan ruang fiskal, menarik sumber-sumber pendanaan internasional masuk ke Indonesia dan sekaligus berkontribusi pada kestabilan sistem keuangan kita," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan resminya saat membuka "Focus Group Discussion Mengenai Blended Finance" di Jakarta, Senin.
Wimboh Santoso mengemukakan secara umum blended finance adalah proses pembiayaan yang melibatkan pihak swasta dan Industri Jasa Keuangan untuk mendukung proyek-proyek dalam pembangunan berkelanjutan dengan memadukan unsur keberlanjutan.
Menurut Wimboh Santoso, ide dasar dari blended finance adalah menciptakan skema pendanaan yang menarik bagi swasta dengan melibatkan pendanaan pemerintah dan lembaga internasional maupun filantropis yang bersifat soft loan, grant maupun guarantee mechanism.
Dalam kesempatan sama, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan blended finance ini diharapkan dapat menjadi alternatif pembiayaan pembangunan antara lain ketersediaan infrastruktur yang memadai dan merata serta bermanfaat sosial.
Pada tahun 2015, disampaikan, Bappenas menyusun RPJMN dengan target pembangunan infrastruktur sebesar Rp5,519 triliun, dimana 40 persennya bersumber dari APBN. Banyak target pembangunan infrastruktur tersebut relevan dengan pencapaian SDGs, seperti pengentasan kemiskinan, penyediaan air bersih dan sanitasi, serta penyediaan infrastruktur untuk mendorong industri.
Untuk menutup kekurangan anggaran, lanjut dia, dibutuhkan kombinasi pembiayaan swasta dan pemerintah dalam untuk mencapai target tersebut. Kombinasi pembiayaan tersebut diharapkan dapat dicapai melalui cara-cara inovatif dalam menyusun struktur proyek dan tidak sekadar menggunakan pinjaman konvensional.
Target pemenuhan pembiayaan infrastruktur di Indonesia dari Pemerintah diperkirakan hanya mencukupi 25 persen dari seluruh total pembiayaan. Oleh karena itu, Pemerintah akan berupaya untuk menarik partisipasi pembiayaan dari sektor swasta guna memenuhi sisa kebutuhan pembiayaan.
"Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah adalah mendorong implementasi dari `blended finance` melalui penyusunan struktur proyek yang lebih inovatif untuk menarik minat swasta, lembaga donor atau lembaga pembiayaan multilateral dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur yang berkaitan dengan pencapaian SDGs," katanya.
Saat ini, menurut Luhut, pemerintah telah memberikan penjaminan kredit, subsidi, maupun Viability Gap Fund (VGF) dan Availability Payment (AP) untuk proyek-proyek yang memiliki dampak ekonomi yang besar namun memiliki kelayakan keuangan yang kurang, terutama agar biaya bunga pinjaman bisa lebih kecil.
OJK-Pemerintah terapkan "blended finance" untuk pembiayaan SDGs
2 April 2018 20:09 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. (ANTARA /Galih Pradipta)
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: