Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan, mengatakan kebijakan penyederhanaan dan percepatan restitusi dilakukan dengan memperluas kriteria wajib pajak yang berhak mendapatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, Robert menjelaskan akan ada tiga saluran untuk mendapatkan restitusi pajak penghasilan (PPh) atau pajak pertambahan nilai (PPN) yang sifatnya pendahuluan.

"Tidak usah diperiksa dulu, nanti post-audit setelah setahun dua tahun bisa dilakukan," ucap dia.

Kebijakan restitusi dipercepat diberikan kepada wajib pajak patuh, wajib pajak dengan nilai restitusi tergolong kecil, dan dan pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah yang ditetapkan Menteri Keuangan.

Untuk wajib pajak patuh dan wajib pajak dengan nilai restitusi tergolong kecil berlaku PPh dan PPN. Sementara bagi PKP berisiko rendah hanya PPN.

Bagi saluran wajib pajak dengan nilai restitusi kecil, pembayaran yang berhak mendapatkan restitusi dipercepat dinaikkan 900 persen, dengan nilai restitusi maksimal Rp100 juta untuk PPh orang pribadi non-karyawan (sebelumnya Rp10 juta).

Nilai restitusi maksimal Rp1 miliar untuk PPh wajib pajak badan (sebelumnya Rp100 juta), dan nilai restitusi maksimal Rp1 miliar untuk PPN PKP (sebelumnya Rp100 juta).

Sementara untuk wajib pajak patuh dan PKP berisiko rendah harus terlebih dahulu ditetapkan oleh Dirjen Pajak secara jabatan atau berdasarkan permohonan.

Robert menjelaskan penyederhanaan atau percepatan pemberian restitusi diIakukan tanpa pemeriksaan melainkan dengan penelitian yang sederhana.

Kebijakan percepatan restitusi ini diharapkan akan menurunkan biaya kepatuhan (cost compliance) karena pemberian restitusi tanpa dilakukan pemeriksaan. Kebijakan ini juga diharapkan bisa meningkatkan aliran kas (cash flow) dan likuiditas perekonomian.