Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR, Bambang Soesatyo, menilai sejumlah kasus pada pekerja migran Indonesia di luar negeri terjadi akibat rendahnya kompetensi mereka.

"Sejumlah kasus yang menimpa PMI akibat rendahnya kompetensi," kata dia, dalam keterangan tertulis menanggapi kasus Zaini Misrin, pekerja migran asal Madura yang dihukum pancung di Arab Saudi beberapa waktu lalu, di Jakarta, Minggu.

DPR turut prihatin terhadap kekerasan fisik maupun verbal yang dialami banyak PMI di luar negeri, termasuk gaji yang tidak dibayar majikannya.

Untuk itu, ia meminta Komisi IX DPR untuk mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia mewajibkan calon PMI agar mendapatkan sertifikasi resmi sesuai bidang keahlian dari Pusat Pelatihan Kerja Daerah atau Balai Latihan Kerja yang dimiliki Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.?

Hal itu juga diatur dalam Konvensi Internasional Labour Organization (ILO) Nomor 181/1997 tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta serta UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri.

Selain itu, menurut Soesatyo, Komisi IX DPR perlu mendorong Kemenaker untuk meninjau kembali program Zero Penata Laksana Rumah Tangga yang dicanangkan pada 2017 bagi PMI agar dapat terealisasi.

Dengan begitu, tegasnya, para calon tenaga kerja memiliki keahlian spesifik dan tidak rentan terhadap penganiayaan, mengingat tingkat penganiayaan terbesar terjadi pada PLRT.

Ia juga menyatakan persetujuannya terhadap nota kesepahaman perlindungan PMI dengan Arab Saudi perlu ditingkatkan melalui nota kesepakatan.

"Segala upaya yang bertujuan untuk melindungi TKI di luar negeri harus dilakukan pemerintah, " tegasnya.

Namun terpenting pula, kata Bambang menambahkan, Komisi I , Komisi III dan Komisi IX mendorong Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, polisi, dan Ditjen Imigrasi secara bersama berkoordinasi untuk memberantas mafia tenaga kerja dengan lebih selektif sejak pengajuan paspor, keberangkatan di bandara, hingga pengawasan kedutaan besar Indonesia di negara tujuan.

Sebelumnya, Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, menyatakan, pemerintah Arab Saudi ternyata sudah merevisi peraturan tentang tenaga kerja asingnya, termasuk dari Indonesia. "Namun mereka meminta kita membuka moratorium, kami tolak," kata dia.

Dede menjelaskan pemerintah dan DPR hanya setuju penghentian pengiriman tenaga kerja (moratorium) ke Arab Saudi dibuka secara terbatas dan hal itu semata-mata untuk menjaga hubungan kedua negara.

"Kami ingin tahu dulu itikad mereka dan mereka menuruti dengan merevisi perlindungan tenaga kerja asingnya," jelasnya.