Gubernur Sultra Nur Alam ajukan banding
28 Maret 2018 23:48 WIB
Terdakwa kasus korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Sulawesi Tenggara, Nur Alam (kiri) menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/3/2018). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Tenggara non-aktif Nur Alam langsung mengajukan banding seusai majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis 12 tahun penjara.
"Dengan mengucapkan Bismillah dan atas nama Allah Yang Maha Kuasa, saya menyatakan pada saat ini langsung banding. Semoga yang mulia bisa memahami rasa keadilan yang patut dipertimbangkan ke saya sebagai bagian aparatur negara yang sudah mendedikasikan diri kepada bangsa dan negara yang terbaik," kata Nur Alam di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu malam.
Dalam perkara ini, Nur Alam divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi dengan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,593 triliun serta menerima gratifikasi sebesar Rp40,268 miliar.
Majelis hakim yang terdiri atas Diah Siti Basariah, dengan anggota Duta Baskara, Sunarso, Sigit Herman Binaji serta Joko Subagyo juga sepakat untuk menjatuhkan uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah Nur Alam selesai menjalani hukumannya.
"Saya sudah menyampaikan pembelaan terbaik meski dalam putusan saya dengan pembelaan ditolak," ungkap Nur Alam.
Vonis yang dibacakan majelis hakim itu disambut dengan sorakan dari ratusan pendukung Nur Alam yang sudah memenuhi ruang persidangan sejak pukul 13.00 WIB padahal sidang baru berlangsung pada pukul 20.00 WIB.
"Saya sudah mendengar tanpa konsultasi dengan penasihat hukum karena saya mendengar dan merasakan sendiri, tanpa menunda waktu untuk langsung banding mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan selama saya sidang. Saya berterima kasih kepada jaksa penuntut umum dan penasihat hukum yang sudah membantu saya," ungkap Nur Alam.
Sedangkan jaksa penuntut umum KPK Nur Aziz menyatakan pikir-pikir.
Dalam dakwaan pertama, Nur Alam sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 dan 2013-2018 bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas ESDM provinsi Sultra Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi memberikan persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp1,5 triliun.
Majelis hakim menolak tuntutan jaksa yang menyatakan perbuatan Nur Alam merugikan keuangan negara sebesar Rp4,325 triliun yang berasal dari kerugian ekologis sebesar Rp2,738 triliun sebagaimana Laporan Perhitungan Kerugian Akibat Kerusakan Tanah dan Lingkungan Akibat Pertambangan PT AHB kabupaten Buton dan Bombana yang terdiri atas biaya kerugian ekologis sebesar Rp1,45 triliun, biaya kerugian ekonomi sebesar Rp1,24 triliun dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp31 miliar.
Dalam dakwaan kedua, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar 4,499 juta dolar AS atau senilai Rp40,268 miliar.
Uang itu diterima pada September-Oktober 2010 sebesar 2,499 juta dolar AS yang ditempatkan di rekening AXA Mandiri Financial Service. Uang berasal dari rekening Chinatrust Commericial Bank Hongkong atas nama Richcorp International Ltd.
Setelah itu, Nur Alam membuat polis Asuransi Mandiri Rencana Sejahtera Plus dengan premi berkala sebesar Rp20 juta per tahun yang premi pertamanya menggunakan uang 2,499 juta dolar AS di bank AXA Mandiri tersebut dan dikonversi menjadi Rp22,329 miliar. Sisa uang Rp2,329 miliar ditransfer ke rekening Mandiri atas nama Nur Alam.
Pada 29 November 2010, rening AXA Mandiri Financial Nur Alam kembali menerima 2 juta dolar AS dari Richcorp International Ltd. Nur Alam lalu membuat kembali 2 polis asuransi Mandiri Rencana Sejahtera Plus dengan premi berkala masing-masing Rp5 miliar per tahun yang pembayaran premi pertamanya sebesar 2 juta dolar AS dari rekening AXA Mandiri dan dikonversi menjadi Rp17,939 miliar. Setelah membayar premi sebesar Rp10 miliar maka sisa Rp7,939 miliar ditransfer ke Bank Mandiri atas nama Nur Alam.
Baca juga: Gubernur Nur Alam divonis 12 tahun, ini nasib hartanya
Baca juga: Gubernur Sultra Nur Alam divonis 12 tahun penjara
Baca juga: KPK tahan Gubernur Sultra Nur Alam
"Dengan mengucapkan Bismillah dan atas nama Allah Yang Maha Kuasa, saya menyatakan pada saat ini langsung banding. Semoga yang mulia bisa memahami rasa keadilan yang patut dipertimbangkan ke saya sebagai bagian aparatur negara yang sudah mendedikasikan diri kepada bangsa dan negara yang terbaik," kata Nur Alam di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu malam.
Dalam perkara ini, Nur Alam divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi dengan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,593 triliun serta menerima gratifikasi sebesar Rp40,268 miliar.
Majelis hakim yang terdiri atas Diah Siti Basariah, dengan anggota Duta Baskara, Sunarso, Sigit Herman Binaji serta Joko Subagyo juga sepakat untuk menjatuhkan uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah Nur Alam selesai menjalani hukumannya.
"Saya sudah menyampaikan pembelaan terbaik meski dalam putusan saya dengan pembelaan ditolak," ungkap Nur Alam.
Vonis yang dibacakan majelis hakim itu disambut dengan sorakan dari ratusan pendukung Nur Alam yang sudah memenuhi ruang persidangan sejak pukul 13.00 WIB padahal sidang baru berlangsung pada pukul 20.00 WIB.
"Saya sudah mendengar tanpa konsultasi dengan penasihat hukum karena saya mendengar dan merasakan sendiri, tanpa menunda waktu untuk langsung banding mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan selama saya sidang. Saya berterima kasih kepada jaksa penuntut umum dan penasihat hukum yang sudah membantu saya," ungkap Nur Alam.
Sedangkan jaksa penuntut umum KPK Nur Aziz menyatakan pikir-pikir.
Dalam dakwaan pertama, Nur Alam sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 dan 2013-2018 bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas ESDM provinsi Sultra Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi memberikan persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp1,5 triliun.
Majelis hakim menolak tuntutan jaksa yang menyatakan perbuatan Nur Alam merugikan keuangan negara sebesar Rp4,325 triliun yang berasal dari kerugian ekologis sebesar Rp2,738 triliun sebagaimana Laporan Perhitungan Kerugian Akibat Kerusakan Tanah dan Lingkungan Akibat Pertambangan PT AHB kabupaten Buton dan Bombana yang terdiri atas biaya kerugian ekologis sebesar Rp1,45 triliun, biaya kerugian ekonomi sebesar Rp1,24 triliun dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp31 miliar.
Dalam dakwaan kedua, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar 4,499 juta dolar AS atau senilai Rp40,268 miliar.
Uang itu diterima pada September-Oktober 2010 sebesar 2,499 juta dolar AS yang ditempatkan di rekening AXA Mandiri Financial Service. Uang berasal dari rekening Chinatrust Commericial Bank Hongkong atas nama Richcorp International Ltd.
Setelah itu, Nur Alam membuat polis Asuransi Mandiri Rencana Sejahtera Plus dengan premi berkala sebesar Rp20 juta per tahun yang premi pertamanya menggunakan uang 2,499 juta dolar AS di bank AXA Mandiri tersebut dan dikonversi menjadi Rp22,329 miliar. Sisa uang Rp2,329 miliar ditransfer ke rekening Mandiri atas nama Nur Alam.
Pada 29 November 2010, rening AXA Mandiri Financial Nur Alam kembali menerima 2 juta dolar AS dari Richcorp International Ltd. Nur Alam lalu membuat kembali 2 polis asuransi Mandiri Rencana Sejahtera Plus dengan premi berkala masing-masing Rp5 miliar per tahun yang pembayaran premi pertamanya sebesar 2 juta dolar AS dari rekening AXA Mandiri dan dikonversi menjadi Rp17,939 miliar. Setelah membayar premi sebesar Rp10 miliar maka sisa Rp7,939 miliar ditransfer ke Bank Mandiri atas nama Nur Alam.
Baca juga: Gubernur Nur Alam divonis 12 tahun, ini nasib hartanya
Baca juga: Gubernur Sultra Nur Alam divonis 12 tahun penjara
Baca juga: KPK tahan Gubernur Sultra Nur Alam
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018
Tags: