PGN tekan laba demi dukung program pemerintah
28 Maret 2018 13:37 WIB
Ilustrasi - Pekerja mengecek tekanan gas dryer di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Perusahaan Gas Negara (PGN) di Jalan Soekarno-Hatta, Bandar Lampung, Lampung, Selasa (27/3/2018). PGN pada 2019 akan memiliki 60 SPBG yang tersebar di Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Riau, dan Sumatra Utara. (ANTARA FOTO/Ardiansyah)
Jakarta (ANTARA News) - Perseroan Terbatas Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengaku rela menekan laba perusahaan demi mendukung program pemerintah.
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama dalam rilis di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa sebagai BUMN, sudah menjadi tugas perusahaan mendukung kebijakan pemerintah dalam menyediakan harga gas domestik yang terjangkau bagi industri maupun masyarakat.
Salah satu contohnya, PGN tidak menaikkan harga pokok penjualan (HPP) gas kepada pelanggan meskipun harga beli gas domestik dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) terus naik.
Sebelumnya, DPR menyoroti penurunan laba PGN dalam 5 tahun terakhir dari 845 juta dolar AS pada tahun 2013 menjadi 143 juta dolar pada tahun 2017.
Menurut Rachmat, harga pembelian gas domestik mengalami penaikan rata-rata 8 persen pada periode 2013-2017 mulai dari 1,58 dolar AS menjadi 2,17 dolar per MMBTU.
Beban pembelian gas ini merupakan porsi terbesar dalam komponen pembentukan harga jual gas bumi, sekitar 60 persen kontribusinya. Namun, naiknya harga beli gas domestik dari produsen atau KKKS itu tidak diikuti dengan penyesuaian harga jual gas ke pelanggan, katanya.
Ia mencontohkan harga beli gas yang melonjak sesuai dengan instruksi regulator adalah dari ConocoPhilips untuk memenuhi kebutuhan industri di Batam dari semula 2,6 dolar AS per MMBTU menjadi 3,5 dolar per MMBTU.
PGN, lanjutnya, tetap membeli gas ConocoPhillips tersebut meskipun harus menanggung beban 7,5 juta dolar AS per tahun.
PGN terakhir kali menyesuaikan harga jual gas bumi kepada pelanggan pada tahun 2012-2013.
Rachmat menambahkan bahwa manajemen tidak menaikkan harga jual gas kepada pelanggan demi mendukung kebijakan pemerintah sesuai Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Beleid tersebut memerintahkan Menteri ESDM untuk melarang distributor gas menjual gas dengan harga lebih dari enam dolar AS per MMBTU untuk enam sektor industri yang banyak menggunakan gas yaitu pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
PGN mendukung instruksi Kementerian ESDM untuk menurunkan harga jual gas kepada pelanggan industri di Medan, Sumut, sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 434.K/2017.
Aturan tersebut, menurut dia, meminta PGN menurunkan harga jual gas dari 1,35 dolar AS per MMBTU menjadi 0,9 dolar per MMBTU sehingga membuat perusahaan harus menanggung beban tiga juta dolar per tahun.
Selain itu, Rachmat mengatakan bahwa penugasan Kementerian ESDM untuk membangun stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dan jaringan gas (jargas) rumah tangga juga mengharuskan PGN menyediakan dana setidaknya 4,9 juta dolar per tahun.
"Kami juga memberikan insentif harga kepada PT PLN (Persero) karena pemerintah ingin menurunkan biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN sehingga harga listrik ke masyarakat tidak naik. Ini kami jalankan sebagai bentuk sinergi BUMN yang diinginkan pemerintah," katanya.
Meskipun demikian, Rachmat memastikan manajemen PGN telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah laba perusahaan turun lebih dalam.
Hal tersebut, menurut dia, di antaranya dilakukan dengan menekan biaya operasional menjadi 457 juta dolar di akhir 2017 dari 511 juta dolar pada tahun 2013.
Manajemen juga menekan jumlah utang atau liabilitas jangka pendek maupun jangka panjang perusahaan.
Sampai akhir 2017, kata dia, liabilitas PGN tercatat sebesar 3,1 miliar dolar atau berkurang signifikan dibandingkan posisi liabilitas 2016 sebesar 3,66 miliar dolar AS.
"Kami terus melakukan berbagai upaya efisiensi sehingga tetap mampu mencetak laba di tengah kondisi perekonomian saat ini," kata Rachmat.
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama dalam rilis di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa sebagai BUMN, sudah menjadi tugas perusahaan mendukung kebijakan pemerintah dalam menyediakan harga gas domestik yang terjangkau bagi industri maupun masyarakat.
Salah satu contohnya, PGN tidak menaikkan harga pokok penjualan (HPP) gas kepada pelanggan meskipun harga beli gas domestik dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) terus naik.
Sebelumnya, DPR menyoroti penurunan laba PGN dalam 5 tahun terakhir dari 845 juta dolar AS pada tahun 2013 menjadi 143 juta dolar pada tahun 2017.
Menurut Rachmat, harga pembelian gas domestik mengalami penaikan rata-rata 8 persen pada periode 2013-2017 mulai dari 1,58 dolar AS menjadi 2,17 dolar per MMBTU.
Beban pembelian gas ini merupakan porsi terbesar dalam komponen pembentukan harga jual gas bumi, sekitar 60 persen kontribusinya. Namun, naiknya harga beli gas domestik dari produsen atau KKKS itu tidak diikuti dengan penyesuaian harga jual gas ke pelanggan, katanya.
Ia mencontohkan harga beli gas yang melonjak sesuai dengan instruksi regulator adalah dari ConocoPhilips untuk memenuhi kebutuhan industri di Batam dari semula 2,6 dolar AS per MMBTU menjadi 3,5 dolar per MMBTU.
PGN, lanjutnya, tetap membeli gas ConocoPhillips tersebut meskipun harus menanggung beban 7,5 juta dolar AS per tahun.
PGN terakhir kali menyesuaikan harga jual gas bumi kepada pelanggan pada tahun 2012-2013.
Rachmat menambahkan bahwa manajemen tidak menaikkan harga jual gas kepada pelanggan demi mendukung kebijakan pemerintah sesuai Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Beleid tersebut memerintahkan Menteri ESDM untuk melarang distributor gas menjual gas dengan harga lebih dari enam dolar AS per MMBTU untuk enam sektor industri yang banyak menggunakan gas yaitu pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
PGN mendukung instruksi Kementerian ESDM untuk menurunkan harga jual gas kepada pelanggan industri di Medan, Sumut, sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 434.K/2017.
Aturan tersebut, menurut dia, meminta PGN menurunkan harga jual gas dari 1,35 dolar AS per MMBTU menjadi 0,9 dolar per MMBTU sehingga membuat perusahaan harus menanggung beban tiga juta dolar per tahun.
Selain itu, Rachmat mengatakan bahwa penugasan Kementerian ESDM untuk membangun stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dan jaringan gas (jargas) rumah tangga juga mengharuskan PGN menyediakan dana setidaknya 4,9 juta dolar per tahun.
"Kami juga memberikan insentif harga kepada PT PLN (Persero) karena pemerintah ingin menurunkan biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN sehingga harga listrik ke masyarakat tidak naik. Ini kami jalankan sebagai bentuk sinergi BUMN yang diinginkan pemerintah," katanya.
Meskipun demikian, Rachmat memastikan manajemen PGN telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah laba perusahaan turun lebih dalam.
Hal tersebut, menurut dia, di antaranya dilakukan dengan menekan biaya operasional menjadi 457 juta dolar di akhir 2017 dari 511 juta dolar pada tahun 2013.
Manajemen juga menekan jumlah utang atau liabilitas jangka pendek maupun jangka panjang perusahaan.
Sampai akhir 2017, kata dia, liabilitas PGN tercatat sebesar 3,1 miliar dolar atau berkurang signifikan dibandingkan posisi liabilitas 2016 sebesar 3,66 miliar dolar AS.
"Kami terus melakukan berbagai upaya efisiensi sehingga tetap mampu mencetak laba di tengah kondisi perekonomian saat ini," kata Rachmat.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018
Tags: