Umat Katolik di Timika diminta menjadi agen perdamaian
26 Maret 2018 06:58 WIB
Dokumentasi Umat Katolik melakukan visualisasi penyaliban Yesus dalam prosesi Jalan Salib saat perayaan Jumat Agung di Gereja St Matius Penginjil, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (14/4/2017). Prosesi dalam rangkaian perayaan Paskah tersebut menggambarkan peristiwa yang dialami Yesus menjelang dan saat penyaliban di Bukit Golgota. (ANTARA/Puspa Perwitasari)
Timika (ANTARA News) - Tokoh agama Katolik Timika, Papua Pastor Maksimus Dora OFM meminta umat Katolik di wilayah itu terlibat aktif sebagai agen perdamaian di tengah kehidupan masyarakat yang masih sering terjadi pembunuhan dan tindak kekerasan.
"Di tengah kehidupan masyarakat Timika yang sampai sekarang masih saja terjadi pembunuhan dan berbagai tindak kekerasan, mari kita menjadi agen dan pelaku-pelaku perdamaian," kata Pastor Maksimus di Timika, Senin.
Secara khusus Pastor Paroki Santo Stefanus Sempan Timika itu menyoroti berbagai kasus kekerasan dan pembunuhan yang terjadi di Timika akhir-akhir ini terkait dengan konflik antarsuku-suku pegunungan tengah Papua di Kwamki Lama.
"Tuhan tidak pernah mengajarkan kita untuk menyerang dan berperang dengan orang lain, melukai dan membunuh orang, menipu dan mencuri. Tapi Tuhan mengajarkan kita untuk mencintai sesama karena kehidupan itu merupakan anugerah dan karunia yang Tuhan berikan," ujarnya.
Ia berharap memasuki Pekan Suci dimana umat Kristiani di seluruh dunia akan mengenang kembali peristiwa penderitaan, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus (Isa Almasih), Pastor Maksimus berharap situasi keamanan di wilayah Timika dan sekitarnya semakin kondusif.
"Apalagi kini warga Mimika tengah menghadapi pesta demokrasi pemilihan bupati dan wakil bupati, maka diharapkan tercipta suasana yang aman dan damai sehingga semua orang yang punya hak pilih dapat menentukan pilihannya secara bebas, tanpa tekanan dari siapapun," ujarnya.
Terkait situasi konflik antarkelompok warga pegunungan tengah Papua di Kwamki Lama, pekan lalu Penjabat Gubernur Papua Soedarmo bersama Kapolda Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar mengumpulkan para tokoh dari setiap kelompok yang bertikai untuk segera mengupayakan perdamaian di Kwamki Lama.
Penjabat Gubernur Papua Soedarmo berharap agar persoalan yang terjadi di Kwamki Lama segera diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan musyawarah.
"Kita semua beragama. Agama apapun pasti mengajarkan agar umatnya tidak boleh ada dendam, saling menyakiti, apalagi bunuh-membunuh dilarang keras oleh Tuhan," kata Soedarmo, pensiunan TNI AD bintang dua.
Gubernur Papua berharap konflik sosial apapun yang terjadi di Mimika harus segera diakhiri karena hanya akan membawa penderitaan bagi masyarakat sendiri.
"Mulai saat ini harus dihentikan. Tidak boleh lagi ada perang dan saling membunuh," ujar Soedarmo.
Ia meminta Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial di Mimika yang melibatkan semua komponen segera menyelesaikan secara musyawarah perselisihan diantara tiga kelompok masyarakat Kwamki Lama yaitu kelompok bawah, kelompok tengah dan kelompok atas.
Konflik antartiga kelompok di Kwamki Lama yang terjadi sejak November 2017 hingga pertengahan Maret telah merenggut belasan korban jiwa.
Sebagian korban dibunuh di luar area konflik Kwamki Lama, dimana beberapa diantaranya masih berusia belasan tahun.
"Di tengah kehidupan masyarakat Timika yang sampai sekarang masih saja terjadi pembunuhan dan berbagai tindak kekerasan, mari kita menjadi agen dan pelaku-pelaku perdamaian," kata Pastor Maksimus di Timika, Senin.
Secara khusus Pastor Paroki Santo Stefanus Sempan Timika itu menyoroti berbagai kasus kekerasan dan pembunuhan yang terjadi di Timika akhir-akhir ini terkait dengan konflik antarsuku-suku pegunungan tengah Papua di Kwamki Lama.
"Tuhan tidak pernah mengajarkan kita untuk menyerang dan berperang dengan orang lain, melukai dan membunuh orang, menipu dan mencuri. Tapi Tuhan mengajarkan kita untuk mencintai sesama karena kehidupan itu merupakan anugerah dan karunia yang Tuhan berikan," ujarnya.
Ia berharap memasuki Pekan Suci dimana umat Kristiani di seluruh dunia akan mengenang kembali peristiwa penderitaan, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus (Isa Almasih), Pastor Maksimus berharap situasi keamanan di wilayah Timika dan sekitarnya semakin kondusif.
"Apalagi kini warga Mimika tengah menghadapi pesta demokrasi pemilihan bupati dan wakil bupati, maka diharapkan tercipta suasana yang aman dan damai sehingga semua orang yang punya hak pilih dapat menentukan pilihannya secara bebas, tanpa tekanan dari siapapun," ujarnya.
Terkait situasi konflik antarkelompok warga pegunungan tengah Papua di Kwamki Lama, pekan lalu Penjabat Gubernur Papua Soedarmo bersama Kapolda Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar mengumpulkan para tokoh dari setiap kelompok yang bertikai untuk segera mengupayakan perdamaian di Kwamki Lama.
Penjabat Gubernur Papua Soedarmo berharap agar persoalan yang terjadi di Kwamki Lama segera diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan musyawarah.
"Kita semua beragama. Agama apapun pasti mengajarkan agar umatnya tidak boleh ada dendam, saling menyakiti, apalagi bunuh-membunuh dilarang keras oleh Tuhan," kata Soedarmo, pensiunan TNI AD bintang dua.
Gubernur Papua berharap konflik sosial apapun yang terjadi di Mimika harus segera diakhiri karena hanya akan membawa penderitaan bagi masyarakat sendiri.
"Mulai saat ini harus dihentikan. Tidak boleh lagi ada perang dan saling membunuh," ujar Soedarmo.
Ia meminta Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial di Mimika yang melibatkan semua komponen segera menyelesaikan secara musyawarah perselisihan diantara tiga kelompok masyarakat Kwamki Lama yaitu kelompok bawah, kelompok tengah dan kelompok atas.
Konflik antartiga kelompok di Kwamki Lama yang terjadi sejak November 2017 hingga pertengahan Maret telah merenggut belasan korban jiwa.
Sebagian korban dibunuh di luar area konflik Kwamki Lama, dimana beberapa diantaranya masih berusia belasan tahun.
Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: