Nasir Djamil temui lima ahli waris pemegang obligasi pembelian dua pesawat Seulawah
26 Maret 2018 01:02 WIB
Warga bermain di bawah monumen replika pesawat RI-001, pesawat pertama sumbangan rakyat Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan di lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Senin (8/4). Pesawat Dacota C47 RI-001 Seulawah, panjang badan 19,66 meter, rentang sayap 28,96 meter itu merupakan cikal bakal penerbangan nasional dan tercatat dalam sejarah Hari Penerbangan Nasional yang diperingati setiap 9 April. (FOTO ANTARA/Ampelsa)
Meulaboh, Aceh (ANTARA News) - Anggota DPR RI Nasir Djamil, menemui sejumlah ahli waris yang memiliki surat obligasi untuk pembelian pesawat pascakemerdekaan Indonesia, di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, Minggu, malam.
"Hutang pada luar negeri saja pemerintah wajib membayar, apalagi berhutang kepada rakyatnya. Kami di DPR RI dalam waktu dekat akan memangil Menteri Keuangan membahas ini," katanya.
Lima orang ahli waris itu memegang surat obligasi Pemerintah Indonesia tahun 1950 untuk pembelian dua unit pesawat terbang diberi nama Seulawah R-001 dan Seulawah R-002 (Seulawah Agam dan Seulawah Dara) oleh Presiden RI Sokarno.
Nasir Djamil, menyampaikan, semua obligasi yang dipegang oleh ahli waris tersebut kelihatan asli dan wasiat dari orangtua mereka harus ditunaikan.
Jasa masyarakat Aceh saat itu sangat besar menyumbang uang untuk pembelian pesawat digunakan Presiden RI pertama, guna mengabarkan kemerdekaan Indonesia kepada negara-negara di belahan dunia.
"Saat itu Indonesia baru merdeka, ulama dan masyarakat Aceh yang memiliki nilai nasionalisme menyumbang, sekarang Negara punya uang, maka sudah waktunya dibayar," imbuhnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, menyampaikan, nilai yang tertera dalam obligasi lima ahli waris yang menyumbang ke Negara tersebut dinilai sangat fantastis, ahli waris bisa membeli kendaraan mewah sejenis Mobil Lamborghini.
Akan tetapi menurutnya, tidak semua dilihat dari materi, ahli waris tersebut hingga saat ini masih mempertanyakan apakah surat tersebut masih berlaku dan diakui oleh Negara karena sudah disimpan terlalu lama.
"Ini kan wasiat, kalau tidak berlaku atau diakui Negara, untuk apa mereka simpan. Saya sarankan Pemerintah Aceh segera bentuk tim khusus untuk membantu menyelesaikan persoalan ini," katanya mengutip pernyataan salah seorang ahli waris Ibrahim Laweung (53).
Beberapa waktu lalu salah seorang pemilik obligasi yakni, Nyak Sandang, telah bertemu Presiden RI Joko Widodo, di Istana Negara, warga Aceh Jaya itu memperlihatkan surat obligasi dengan nilai Rp100 dan menyampaikan beberapa permintaannya.
Sementara dalam obligasi hutang nasional yang dipegang ahli waris di Aceh Barat, dengan nilai berbeda-beda, ada yang menyumbang Rp1.500 hingga terbesar Rp4.600.
"Saya bukan membanding-bandingkan mereka ini dengan Nyak Sandang. Tapi harus ada keadilan, saya berkeyakinan masih ada warga Aceh lainnya yang juga memiliki obligasi seperti ini," katanya didampinggi Anggota DPR Aceh, Zainal Abidin.
"Hutang pada luar negeri saja pemerintah wajib membayar, apalagi berhutang kepada rakyatnya. Kami di DPR RI dalam waktu dekat akan memangil Menteri Keuangan membahas ini," katanya.
Lima orang ahli waris itu memegang surat obligasi Pemerintah Indonesia tahun 1950 untuk pembelian dua unit pesawat terbang diberi nama Seulawah R-001 dan Seulawah R-002 (Seulawah Agam dan Seulawah Dara) oleh Presiden RI Sokarno.
Nasir Djamil, menyampaikan, semua obligasi yang dipegang oleh ahli waris tersebut kelihatan asli dan wasiat dari orangtua mereka harus ditunaikan.
Jasa masyarakat Aceh saat itu sangat besar menyumbang uang untuk pembelian pesawat digunakan Presiden RI pertama, guna mengabarkan kemerdekaan Indonesia kepada negara-negara di belahan dunia.
"Saat itu Indonesia baru merdeka, ulama dan masyarakat Aceh yang memiliki nilai nasionalisme menyumbang, sekarang Negara punya uang, maka sudah waktunya dibayar," imbuhnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, menyampaikan, nilai yang tertera dalam obligasi lima ahli waris yang menyumbang ke Negara tersebut dinilai sangat fantastis, ahli waris bisa membeli kendaraan mewah sejenis Mobil Lamborghini.
Akan tetapi menurutnya, tidak semua dilihat dari materi, ahli waris tersebut hingga saat ini masih mempertanyakan apakah surat tersebut masih berlaku dan diakui oleh Negara karena sudah disimpan terlalu lama.
"Ini kan wasiat, kalau tidak berlaku atau diakui Negara, untuk apa mereka simpan. Saya sarankan Pemerintah Aceh segera bentuk tim khusus untuk membantu menyelesaikan persoalan ini," katanya mengutip pernyataan salah seorang ahli waris Ibrahim Laweung (53).
Beberapa waktu lalu salah seorang pemilik obligasi yakni, Nyak Sandang, telah bertemu Presiden RI Joko Widodo, di Istana Negara, warga Aceh Jaya itu memperlihatkan surat obligasi dengan nilai Rp100 dan menyampaikan beberapa permintaannya.
Sementara dalam obligasi hutang nasional yang dipegang ahli waris di Aceh Barat, dengan nilai berbeda-beda, ada yang menyumbang Rp1.500 hingga terbesar Rp4.600.
"Saya bukan membanding-bandingkan mereka ini dengan Nyak Sandang. Tapi harus ada keadilan, saya berkeyakinan masih ada warga Aceh lainnya yang juga memiliki obligasi seperti ini," katanya didampinggi Anggota DPR Aceh, Zainal Abidin.
Pewarta: Anwar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: