Purbalingga merintis pembangunan museum rambut
25 Maret 2018 14:46 WIB
Sejumlah warga negara asing dari Belgia dan Belanda mengikuti lomba terompah panjang atau bakiak, dalam rangka peringatan hari kemerdekaan RI ke-71, di Desa Kajongan, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Rabu (17/8/2016). Warga negara asing yang berasal dari Belgia dan Belanda ini merupakan mahasiswa dari beberapa universitas yang sedang manjalani program
Purbalingga (ANTARA News) - Rencana pembangunan Museum Rambut di Desa Karangbanjar, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah membutuhkan anggaran lima miliar rupiah. Ini merupakan salah satu asa untuk mewujudkan keberadaan museum itu.
"Anggaran yang tersedia saat ini sangat terbatas karena baru tersedia Rp200 juta," kata Kepala Desa Karangbanjar Tatang Saputra di Purbalingga ketika dihubungi lewat telepon di Purbalingga, Minggu.
Ia mengatakan anggaran sebesar itu merupakan penyertaan modal awal untuk BUMDes yang akan diserahi tugas membangun museum rambut tersebut.
Rencananya, lanjut dia, anggaran sebesar itu untuk pembuatan Detail Engineering Design (DED) atau bestek gambar kerja detail museum.
Selain itu, lanjut dia, bisa untuk penyediaan wahana yang sekiranya memang tidak membutuhkan anggaran besar.
Lahan untuk pembangunan museum di wilayah Kecamatan Bojongsari itu, katanya, sudah tersedia seluas tiga hektare. Di lahan tersebut, sudah tersedia fasilitas pemancingan yang juga dikelola desa melalui BUMDes.
Ia berharap adanya bantuan keuangan untuk mewujudkan rencana pembangunan museum, baik dari pemerintah maupun swasta.
"Jika hanya mengandalkan anggaran dari pemerintah desa tentu tidak mampu," ujarnya.
Apabila nantinya bisa diwujudkan, museum tersebut merupakan ketiga di dunia setelah Amerika dan Turki.
Untuk tahap awal, museum rambut tersebut akan dilengkapi rambut para pejabat pemerintah, seperti para menteri maupun kepala daerah.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Karangbanjar Maryoto menyambut positif wacana pembuatan museum rambut di desanya.
Apalagi, lanjut dia, terdapat sejarah awal lahirnya pelaku usaha di bidang rambut yang dimungkinkan belum banyak orang mengetahuinya.
Keberadaan museum tersebut, kata dia, tentu akan menambah informasi bagi masyarakat luas, termasuk masyarakat di Kabupaten Purbalingga terkait dengan sejarah munculnya perajin sanggul.
Sanggul raksasa berukuran 3x2,8 meter yang pernah dibuat dan masuk Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), katanya, bisa ikut dijadikan koleksi di museum, selain model sanggul era 1950-an hingga yang terbaru.
"Kami juga berharap di museum juga bisa ditampilkan atraksi pembuatan bulu mata dari proses awal hingga jadi sebagai bahan edukasi," ujarnya.
Ia berharap wacana pembuatan museum rambut bisa direalisasikan karena Desa Karangbanjar tercatat sebagai desa wisata dan warganya juga sudah siap dengan predikat tersebut.
Bukti kesiapan warganya menjadi desa wisata, kata dia, tersedianya sejumlah "homestay" dengan pelayanan yang sudah standar, seperti layaknya tempat penginapan pada umumnya.
Karudi, salah seorang warga Desa Karangbanjar, mengakui rumahnya sudah biasa dan sejak lama menerima tamu untuk menginap.
"Rumah memang selalu dijaga kebersihannya dan setiap ada tamu menginap, fasilitas tambahan seperti minuman dan kelengkapan lain juga disediakan," ujarnya.
Dijadikannya tempat penginapan setiap ada wisatawan, katanya, turut membantu memberikan tambahan penghasilan bagi keluarganya.
Baca juga: Purbalingga bakal punya bandara komersial, gubernur sudah tandatangani
Baca juga: 105 grup ikuti "Purbalingga Dalam Pelangi Budaya"
"Anggaran yang tersedia saat ini sangat terbatas karena baru tersedia Rp200 juta," kata Kepala Desa Karangbanjar Tatang Saputra di Purbalingga ketika dihubungi lewat telepon di Purbalingga, Minggu.
Ia mengatakan anggaran sebesar itu merupakan penyertaan modal awal untuk BUMDes yang akan diserahi tugas membangun museum rambut tersebut.
Rencananya, lanjut dia, anggaran sebesar itu untuk pembuatan Detail Engineering Design (DED) atau bestek gambar kerja detail museum.
Selain itu, lanjut dia, bisa untuk penyediaan wahana yang sekiranya memang tidak membutuhkan anggaran besar.
Lahan untuk pembangunan museum di wilayah Kecamatan Bojongsari itu, katanya, sudah tersedia seluas tiga hektare. Di lahan tersebut, sudah tersedia fasilitas pemancingan yang juga dikelola desa melalui BUMDes.
Ia berharap adanya bantuan keuangan untuk mewujudkan rencana pembangunan museum, baik dari pemerintah maupun swasta.
"Jika hanya mengandalkan anggaran dari pemerintah desa tentu tidak mampu," ujarnya.
Apabila nantinya bisa diwujudkan, museum tersebut merupakan ketiga di dunia setelah Amerika dan Turki.
Untuk tahap awal, museum rambut tersebut akan dilengkapi rambut para pejabat pemerintah, seperti para menteri maupun kepala daerah.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Karangbanjar Maryoto menyambut positif wacana pembuatan museum rambut di desanya.
Apalagi, lanjut dia, terdapat sejarah awal lahirnya pelaku usaha di bidang rambut yang dimungkinkan belum banyak orang mengetahuinya.
Keberadaan museum tersebut, kata dia, tentu akan menambah informasi bagi masyarakat luas, termasuk masyarakat di Kabupaten Purbalingga terkait dengan sejarah munculnya perajin sanggul.
Sanggul raksasa berukuran 3x2,8 meter yang pernah dibuat dan masuk Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), katanya, bisa ikut dijadikan koleksi di museum, selain model sanggul era 1950-an hingga yang terbaru.
"Kami juga berharap di museum juga bisa ditampilkan atraksi pembuatan bulu mata dari proses awal hingga jadi sebagai bahan edukasi," ujarnya.
Ia berharap wacana pembuatan museum rambut bisa direalisasikan karena Desa Karangbanjar tercatat sebagai desa wisata dan warganya juga sudah siap dengan predikat tersebut.
Bukti kesiapan warganya menjadi desa wisata, kata dia, tersedianya sejumlah "homestay" dengan pelayanan yang sudah standar, seperti layaknya tempat penginapan pada umumnya.
Karudi, salah seorang warga Desa Karangbanjar, mengakui rumahnya sudah biasa dan sejak lama menerima tamu untuk menginap.
"Rumah memang selalu dijaga kebersihannya dan setiap ada tamu menginap, fasilitas tambahan seperti minuman dan kelengkapan lain juga disediakan," ujarnya.
Dijadikannya tempat penginapan setiap ada wisatawan, katanya, turut membantu memberikan tambahan penghasilan bagi keluarganya.
Baca juga: Purbalingga bakal punya bandara komersial, gubernur sudah tandatangani
Baca juga: 105 grup ikuti "Purbalingga Dalam Pelangi Budaya"
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: