Jakarta (ANTARA News) - "Kami akan siap menjalankan perintah UU. Kami selaku prajurit bekerja atas UU. UU TNI menyebutkan salah satu tugas kami adalah menangani terorisme," kata Komandan Kopassus TNI AD, Mayor Jenderal TNI Eko Margiyono, usai upacara penyerahan satuan Kopassus TNI AD, di Lapangan Upacara Markas Komando Kopassus TNI AD, di Cijantung, Jakarta Timur, Jumat.

Ia menegaskan, Kopassus TNI AD tidak ingin masuk dalam polemik pembahasan revisi UU Nomor 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. "Kami bekerja secara profesional," katanya.

Oleh karena itu, dia mengajak seluruh elemen bangsa jangan saling memperkeruh suasana, jangan saling mengadu domba di antara masyarakat. "Sebaiknya mari kita duduk bersama membangun negeri ini supaya NKRI tetap utuh," kata dia.

Komando Pasukan Khusus TNI AD memiliki organ yang dikhususkan untuk menanggulangi terorisme, yaitu Satuan 81 Penanggulangan Terorisme, yang telah menjadi salah satu referensi organisasi militer di bidang ini. Mitra latihnya banyak, di antaranya SAS Angkatan Darat Inggris dan SAS Australia serta GSG-9 Jerman.

Sebelumnya, Panitia Khusus DPR untuk revisi UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, telah menyetujui pelibatan TNI dalam penanggulangan aksi terorisme.

Terorisme, walau dalam UU Nomor 15/2003 dikategorikan secara umum sebagai tindakan melawan hukum (pidana).

Dalam keadaan tertentu penanggulangannya pelibatan militer (TNI) yang memiliki banyak organ dengan kualifikasi khusus dan penanggulangan teror, silabus pendidikan ke arah itu, sampai catatan dan rekam jejak yang mumpuni tetap diperlukan dengan aturan-aturan pelibatan tertentu sebagai payung hukum dan politik.

Anggota Panitia Khusus Terorisme DPR, Bobby Rizaldy, sebelumnya, menyatakan, "Pansus menyetujui pelibatan TNI dalam penanggulangan aksi terorisme, diatur di Pasal 43H Revisi UU Teroris."

Dia menjelaskan pengaturan keterlibatan TNI itu dibuat dalam tiga ayat, dan perlu dibuat Peraturan Presiden sebagai keputusan politik negara untuk memobilisasi kekuatan TNI sesuai ketentuan UU Nomor 34/2004 tentang TNI.

Menurut dia, Perpres itu harus diselesaikan paling lama satu tahun setelah revisi UU Tindak Pidana Terorisme tersebut diundangkan.

"Saya sepakat dibentuk Perpres agar bisa mengatur hal-hal yang belum termasuk dalam UU 34/2004 agar sejalan dengan revisi UU Tindak Pidana Terorisme," ujarnya.