Jakarta (ANTARA News) - Mantan pelaksana tugas ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hadar Nafis Gumay menilai wacana larangan kampanye terhadap capres-cawapres bagi partai politik baru tidak relevan dan diskriminatif bagi peserta Pemilu 2019.

"Kalau KPU melarang, berarti KPU mendiskriminasi kalau menurut saya. Tidak sesuai dengan Undang-undang, karena ketentuannya di UU tidak ada spesifik melarang," kata Hadar kepada Antara di Jakarta, Rabu.

Hadar menjelaskan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 222 dijelaskan bahwa peserta pemilu yang dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan cawapres adalah partai politik atau gabungan parpol.

Dalam UU tersebut tidak secara spesifik dijelaskan bahwa partai atau gabungan partai yang berhak mengusung capres-cawapres adalah mereka yang pernah menjadi peserta pemilu sebelumnya, atau yang telah memiliki kursi legislatif di parlemen.

"Kekeliruannya kemudian, bahwa peserta pemilu di UU itu kan bukan artinya peserta Pemilu 2014. Jadi peserta pemilu sekarang ini, sepanjang dia sudah ditetapkan sebagai peserta ya, bisa mengusulkan pasangan calon tetapi juga harus memenuhi persyaratan ambang batas presiden," jelas Hadar.

Bagi partai-partai baru atau partai yang tidak memiliki kriteria 20 persen ambang batas presiden, menurut Hadar, tetap dapat mengusung pasangan capres-cawapres dengan cara berkoalisi dengan partai lama.

"Memang peserta Pemilu yang baru itu tidak punya angka-angka pemenuhan `presidential threshold karena mereka tidak ikut Pemili 2014. Tetapi mereka bisa mengusulkan bergabung dengan parpol yang punya angka ambang batas presiden tersebut," ujar Hadar.

Baca juga: Ketentuan "presidential threshold" dinilai bertentangan dengan konstitusi

Sebelumnya, Komisioner KPU RI Hasyim Asyari mengatakan pihaknya akan mengatur larangan bagi partai baru untuk turut berkampanye terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Pemilu 2019.

Hasyim beralasan partai-partai baru tersebut tidak memiliki perolehan kursi minimal 20 persen di DPR dan memperoleh sedikitnya 25 persen suara sah pada pemilu legilslatif tahun 2014.

Baca juga: DPR: "presidential threshold" tidak batasi pengusulan calon presiden