Paris (ANTARA News) - Sebanyak 110 negara sepakat untuk membentuk sebuah konsensus internasional pada 2020 tentang bagaimana melakukan bisnis digital lintas batas, demikian Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) melaporkan.

Perusahaan digital besar seperti Google (GOOGL.O), Apple (AAPL.O) dan Amazon (AMZN.O) telah bertahun-tahun berhasil mengeksploitasi peraturan untuk secara hukum memangkas tagihan pajak mereka di beberapa negara, yang membuat pemerintah negara lain marah.

Dalam sebuah laporan yang diajukan oleh G20, OECD mengatakan bahwa negara-negara tersebut telah sepakat untuk meninjau kembali pilar sistem perpajakan internasional yang telah berusia puluhan tahun.

Laporan tersebut akan disampaikan kepada menteri keuangan negara anggota G20 pada pertemuan 19-20 Maret di Buenos Aires. Laporan itu membenarkan bahwa dibutuhkan berbagai situasi yang perlu dijembatani dengan beberapa negara mengingat tidak ada yang perlu diubah.

Inti dari masalah ini adalah peraturan tentang bagaimana sebuah perusahaan yang cukup memadai dikenakan pajak dan bagaimana keuntungan dialokasikan melintasi batas-batas pada kelompok multinasional usaha itu.

Dengan tidak adanya solusi internasional, beberapa negara seperti India, Australia dan berbagai negara Eropa telah sepakat untuk menutup celah.

Ditekan oleh Prancis dan Jerman, Komisi Eropa akan mengusulkan bahwa perusahaan besar dengan pendapatan signifikan dari teknologi digital di Uni Eropa dapat dikenai pajak 3 persen dari total omzet yang mereka terima.

Setelah bertemu dengan mitranya dari Jerman di Paris, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire, yang telah membuat prioritas politis dalam memulihkan lebih banyak pajak dari perusahaan digital, menggambarkan laporan OECD sebagai langkah positif dan penting. Demikian diberitakan Reuters.