Cagub Malut AH Mus jadi tersangka korupsi
16 Maret 2018 20:42 WIB
Ilustrasi kampanye pasangan calon Gubernur Maluku Utara (Malut) Ahmad Hidayat Mus (kiri) dan Rivai Umar (kanan) yang diusung Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2018. (ANTARA Maluku Utara)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan calon Gubernur Maluku Utara (Malut) Ahmad Hidayat Mus menjadi tersangka tindak pidana korupsi kasus pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobong dalam APBD Kabupaten Kepulauan Sula Tahun Anggaran 2009.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa kasus tersebut merupakan perkembangan dari hasil koordinasi KPK dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yang ditindaklanjuti dengan proses penyelidikan.
"Setelah melakukan proses pengumpulan dan penelusuran informasi serta data dan membuka penyelidikan maka setelah terpenuhi bukti permulaan yang cukup, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan dua tersangka," kata Saut.
Dua tersangka itu, antara lain Bupati Kepulauan Sula 2005--2010 Ahmad Hidayat Mus (AHM) dan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sulu 2009--2014 Zainal Mus (ZM).
Tersangka Ahmad Hidayat Mus selaku Bupati Kepulauan Sula 2005--2010 bersama-sama dengan Zainal Mus selaku Ketua DPRD Kepulauan Sula 2009--2014 diduga telah menguntungkan diri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
"Terkait pengadaan pembebasan lahan di Bandara Bobong pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula," ucap Saut.
Ahmad Hidayat Mus dan Zainal Mus disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Dugaan kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan dan koordinasi dengan BPK adalah sebesar Rp3,4 miliar sesuai jumlah pencairan SP2D kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula," ucap Saut.
KPK menduga pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Tahun Anggaran 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula itu adalah pengadaan fiktif.
"Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula seakan membeli tanah milik ZM yang seakan-akan dibeli oleh masyarakat," kata Saut.
Saut menjelaskan dari total Rp3,4 miliar yang dicairkan dari kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula senilai Rp1,5 miliar diduga ditransfer kepada Zainal Mus sebagai pemegang surat kuasa menerima pembayaran pelepasan tanah dan senilai Rp850 juta diterima oleh Ahmad Hidayat Mus melalui pihak lain untuk menyamarkan. Sedangkan, sisanya diduga mengalir kepada pihak-pihak lainnya.
Ahmad Hidayat Mus merupakan calon Gubernur Maluku Utara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2018 berpasangan dengan Rivai Umar, yang diusung oleh Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa kasus tersebut merupakan perkembangan dari hasil koordinasi KPK dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yang ditindaklanjuti dengan proses penyelidikan.
"Setelah melakukan proses pengumpulan dan penelusuran informasi serta data dan membuka penyelidikan maka setelah terpenuhi bukti permulaan yang cukup, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan dua tersangka," kata Saut.
Dua tersangka itu, antara lain Bupati Kepulauan Sula 2005--2010 Ahmad Hidayat Mus (AHM) dan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sulu 2009--2014 Zainal Mus (ZM).
Tersangka Ahmad Hidayat Mus selaku Bupati Kepulauan Sula 2005--2010 bersama-sama dengan Zainal Mus selaku Ketua DPRD Kepulauan Sula 2009--2014 diduga telah menguntungkan diri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
"Terkait pengadaan pembebasan lahan di Bandara Bobong pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula," ucap Saut.
Ahmad Hidayat Mus dan Zainal Mus disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Dugaan kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan dan koordinasi dengan BPK adalah sebesar Rp3,4 miliar sesuai jumlah pencairan SP2D kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula," ucap Saut.
KPK menduga pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Tahun Anggaran 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula itu adalah pengadaan fiktif.
"Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula seakan membeli tanah milik ZM yang seakan-akan dibeli oleh masyarakat," kata Saut.
Saut menjelaskan dari total Rp3,4 miliar yang dicairkan dari kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula senilai Rp1,5 miliar diduga ditransfer kepada Zainal Mus sebagai pemegang surat kuasa menerima pembayaran pelepasan tanah dan senilai Rp850 juta diterima oleh Ahmad Hidayat Mus melalui pihak lain untuk menyamarkan. Sedangkan, sisanya diduga mengalir kepada pihak-pihak lainnya.
Ahmad Hidayat Mus merupakan calon Gubernur Maluku Utara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2018 berpasangan dengan Rivai Umar, yang diusung oleh Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018
Tags: