Denpasar (ANTARA News) - Dari tahun ke tahun, Banjar Kaja Sesetan, Kota Denpasar, Bali, menggelar festival omed-omedan sehari setelah Hari Nyepi. Tahun ini Festival Omed-omedan itu akan digelar pada 18 Maret mendatang.

"Festival Omed-omedan ini merupakan kegiatan rutin tradisi sehari setelah Nyepi atau pada saat Ngembak Geni, di Banjar Kaja Sesetan. Dalam acara itu kami juga menyelenggarakan menyajikan sajian makanan masyarakat setempat," kata seorang maestro Omed-omedan, Banjar Kaja, Desa Sesetan, IGN Oka Putra, di Denpasar, Kamis.

Ia mengatakan, seiring dengan perkembangan zaman, tradisi budaya itu dikemas lebih terarah dan diatur pihak penyelenggara sehingga menjadi daya tarik bagi sektor pariwisata. Dalam budaya dan agama Hindu Bali, peran dan keberadaan banjar alias dusun, sangat penting.

"Walaupun demikian, tradisi budaya ini wajib dilakukan banjar kami setiap tahun, karena tradisi atau budaya ini ada kaitannya dengan ritual keagamaan," ujarnya.

Kali ini pula, rentang waktu pelaksanaan diperpanjang, mulai pukul 15.30 WITA hingga pukul 20.00 WITA. "Jadi kami mohon permakluman kepada masyarakat dan pemerintah Kota Denpasar yang akan melewati wilayah Jalan Sesetan akan terganggu karena ada penutupan jalan itu," ucapnya.

Jalan Sesetan menjadi salah satu jalan penting yang menghubungkan Denpasar dengan kawasan Sanur-Benoa-Nusa Dua, atau bisa juga ke kawasan Kuta, di Kabupaten Badung.

Tradisi Omed-omedan melibatkan sekaa teruna teruni (pemuda-pemudi) yang berumur 17 hingga 30 tahun dan belum menikah. Jika jumlah pasangan laki-laki dan perempuannya tidak pas, maka panitia yang juga berasal dari Banjar Kaja Sesetan, mencari-cari calon pasangannya dari rumah ke rumah.

Prosesi omed-omedan dimulai dengan persembahyangan bersama di pura banjar untuk memohon keselamatan.

Kemudian laki-laki dan perempuan akan dipisah menjadi dua kelompok yang nantinya satu per satu mereka akan di arak atau digotong kelompok masing-masing, dan kemudian akan saling merangkul hingga berciuman, setelah itu dalam beberapa detik mereka akan diguyur air saat berangkulan itu.

Suasananya menjadi sangat meriah, apalagi jika pasangan yang digotong itu terkenal di antara khalayak atau bertingkah laku yang lucu dan memancing gelak tawa. Siraman air dari ember-ember kontan membasahi mereka dan juga orang-orang yang menggotong mereka.

Sangat sulit mencari lokasi yang bebas dari desakan orang --untuk memotret, misalnya-- pada saat omed-omedan ini berlangsung, karena massa yang hadir sangat ramai.

Tidak tertutup kemungkinan bahwa setelah pelibatan mereka dalam tradisi itu, hubungan mereka ada yang berkembang menjadi lebih serius dan berlanjut ke gerbang pernikahan.