DPR akan lantik pemimpin baru pekan depan
15 Maret 2018 11:55 WIB
Suasana Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (14/2/2018). Dalam rapat tersebut DPR menunda pelantikan pimpinan baru yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), karena belum ada penomoran tentang hasil revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan pelantikan pemimpin DPR yang baru dari PDI Perjuangan akan dilakukan Selasa (20/3) menyusul pemberlakuan Perubahan Kedua Undang-Undang No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) mulai hari ini.
"Kami telah mengirimkan surat kepada Fraksi PDI Perjuangan untuk menyampaikan nama tersebut," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan sesuai peraturan perundang-undangan Undang-Undang MD3 efektif berlaku Kamis (15/3). Bambang mengatakan DPR mengapresiasi Presiden Joko Widodo tidak mengambil langkah membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), yang kemungkinan besar berpotensi membuat kegaduhan di DPR, meski tidak menandatangani peraturan itu.
"Peraturan perundang-undangnya sudah mengatur, manakala Presiden tidak tanda tangan dalam waktu 30 hari maka UU tersebut berlaku efektif," kata Bambang.
Menurut Pasal 73 ayat 2 Undang-Undang No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, "Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan".
Bambang memberikan jaminan penuh bahwa tidak akan ada masyarakat atau wartawan yang menjadi korban dengan pemberlakuan UU MD3.
"Saya jamin berlakunya UU MD3 tidak memberikan efek negatif terhadap masyarakat," katanya.
Ia mengatakan bahwa adalah kesalahpahaman kalau ada yang menganggap UU MD3 akan mematikan kritik masyarakat terhadap DPR dan memastikan siapapun yang mengkritik DPR tidak akan ada mengalami kriminalisasi atau dibawa ke ranah hukum.
Rapat Paripurna DPR RI pada 12 Februari menyetujui perubahan ke-2 Rancangan Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjadi Undang-Undang, namun diwarnai dengan aksi walk out anggota Fraksi Partai NasDem dan Fraksi PPP.
Pasal dalam UU MD3 yang menjadi sorotan antara lain Pasal 122 huruf (k) yang menyebutkan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diberi tugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Selanjutnya ada pasal 245 UU MD3 hasil perubahan kedua yang menjelaskan pada ayat (1) "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD".
Pada ayat (2) ada penjelaskan bahwa, "Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR: (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana; (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.
Baca juga: Presiden tidak tandatangani RUU MD3
"Kami telah mengirimkan surat kepada Fraksi PDI Perjuangan untuk menyampaikan nama tersebut," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan sesuai peraturan perundang-undangan Undang-Undang MD3 efektif berlaku Kamis (15/3). Bambang mengatakan DPR mengapresiasi Presiden Joko Widodo tidak mengambil langkah membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), yang kemungkinan besar berpotensi membuat kegaduhan di DPR, meski tidak menandatangani peraturan itu.
"Peraturan perundang-undangnya sudah mengatur, manakala Presiden tidak tanda tangan dalam waktu 30 hari maka UU tersebut berlaku efektif," kata Bambang.
Menurut Pasal 73 ayat 2 Undang-Undang No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, "Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan".
Bambang memberikan jaminan penuh bahwa tidak akan ada masyarakat atau wartawan yang menjadi korban dengan pemberlakuan UU MD3.
"Saya jamin berlakunya UU MD3 tidak memberikan efek negatif terhadap masyarakat," katanya.
Ia mengatakan bahwa adalah kesalahpahaman kalau ada yang menganggap UU MD3 akan mematikan kritik masyarakat terhadap DPR dan memastikan siapapun yang mengkritik DPR tidak akan ada mengalami kriminalisasi atau dibawa ke ranah hukum.
Rapat Paripurna DPR RI pada 12 Februari menyetujui perubahan ke-2 Rancangan Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjadi Undang-Undang, namun diwarnai dengan aksi walk out anggota Fraksi Partai NasDem dan Fraksi PPP.
Pasal dalam UU MD3 yang menjadi sorotan antara lain Pasal 122 huruf (k) yang menyebutkan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diberi tugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Selanjutnya ada pasal 245 UU MD3 hasil perubahan kedua yang menjelaskan pada ayat (1) "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD".
Pada ayat (2) ada penjelaskan bahwa, "Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR: (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana; (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.
Baca juga: Presiden tidak tandatangani RUU MD3
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018
Tags: