Rupiah melemah 0,27 persen sepanjang Maret
14 Maret 2018 17:20 WIB
Ilustrasi - Petugas menata tumpukan uang rupiah dan dolar Amerika di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (7/3/2018). (ANTARA /Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menyebutkan nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 0,27 persen dalam dua pekan pertama di Maret 2018 (month to date), atau menunjukkan pelemahan yang tidak begitu dalam dibandingkan negara-negara dengan kapasitas ekonomi setara (peers) seperti Turki ataupun Brasil yang masing-masing melemah 0,32 persen dan 0,28 persen.
Bank Sentral melihat gejolak eksternal akan terus membayangi stabilitas nilai tukar rupiah hingga Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) menentukan kebijakan suku bunganya pada 20-21 Maret 2108 dari besaran saat ini di 1,25-1,5 persen, kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi di Jakarta, Rabu.
"Setelah pertemuan, akan reda, pasar akan wait and see. Kami melihat tampaknya sebagian dari pasar keuangan itu sudah `mem-price in` (menyesuaikan) ekspektasi apa yang diputuskan Fed tanggal 21 Maret 2018 ini," ujar Doddy.
Pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunganya tiga kali pada tahun ini, didorong oleh pemulihan perekonomian Negara Paman Sam dan juga kecenderungan kembalinya rezim peningkatan suku bunga acuan pada tahun ini.
Saat ini, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp13.700 per dolar AS, setelah pada pekan lalu nyaris menembus angka Rp13.800 per dolar AS. Menurut Doddy, nilai rupiah saat ini sudah tidak mencerminkan fundamental perekonomian Indonesia.
"Level sekarang menurut penilaian kami bukan sesuai fundamental. Bisa menguat harusnya, sekarang sudah menguat tapi belum sesuai fundamental. Harus lebih kuat dari posisi sekarang," ujarnya.
Jika dihitung sejak 1 Januari hingga 1 Maret 2018, rupiah terdepresiasi 1,5 persen dengan tingkat volatilitas 8,3 persen. Tingkat volaitilias ini jauh lebih dalam dibandingkan sepanjang 2017 yang sebesar tiga persen.
Seharusnya, kata Doddy, nilai tukar rupiah bisa jauh lebih menguat agar bisa mencerminkan nilai fundamental perekonomian Indonesia.
Beberapa faktor yang menentukan nilai fundamental perekonomian adalah defisit transaksi berjalan yang diperkirakan terjaga di 2-2,5 persen PDB tahun ini, dan inflasi yang masih di sasaran 2,5-4,5 persen (yoy). Serta pertumbuhan ekonomi yang diprediksi lebih baik dan berada di kisaran 5,1-5,5 persen (yoy) di tahun ini
Doddy menjamin Bank Sentral akan terus melakukan intervensi. Bentuk intervensi yang dilakukan BI untuk menjaga nilai tukar rupiah, salah satunya tercermin dari menurunnya jumlah cadangan devisa sebesar 3,92 miliar dolar AS menjadi 128,06 miliar dolar AS.
"Seperti asuransi saja. Kita akan mengisi kembali cadangan devisa ketika sudah tak intervensi lagi," ujarnya.
Bank Sentral melihat gejolak eksternal akan terus membayangi stabilitas nilai tukar rupiah hingga Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) menentukan kebijakan suku bunganya pada 20-21 Maret 2108 dari besaran saat ini di 1,25-1,5 persen, kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi di Jakarta, Rabu.
"Setelah pertemuan, akan reda, pasar akan wait and see. Kami melihat tampaknya sebagian dari pasar keuangan itu sudah `mem-price in` (menyesuaikan) ekspektasi apa yang diputuskan Fed tanggal 21 Maret 2018 ini," ujar Doddy.
Pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunganya tiga kali pada tahun ini, didorong oleh pemulihan perekonomian Negara Paman Sam dan juga kecenderungan kembalinya rezim peningkatan suku bunga acuan pada tahun ini.
Saat ini, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp13.700 per dolar AS, setelah pada pekan lalu nyaris menembus angka Rp13.800 per dolar AS. Menurut Doddy, nilai rupiah saat ini sudah tidak mencerminkan fundamental perekonomian Indonesia.
"Level sekarang menurut penilaian kami bukan sesuai fundamental. Bisa menguat harusnya, sekarang sudah menguat tapi belum sesuai fundamental. Harus lebih kuat dari posisi sekarang," ujarnya.
Jika dihitung sejak 1 Januari hingga 1 Maret 2018, rupiah terdepresiasi 1,5 persen dengan tingkat volatilitas 8,3 persen. Tingkat volaitilias ini jauh lebih dalam dibandingkan sepanjang 2017 yang sebesar tiga persen.
Seharusnya, kata Doddy, nilai tukar rupiah bisa jauh lebih menguat agar bisa mencerminkan nilai fundamental perekonomian Indonesia.
Beberapa faktor yang menentukan nilai fundamental perekonomian adalah defisit transaksi berjalan yang diperkirakan terjaga di 2-2,5 persen PDB tahun ini, dan inflasi yang masih di sasaran 2,5-4,5 persen (yoy). Serta pertumbuhan ekonomi yang diprediksi lebih baik dan berada di kisaran 5,1-5,5 persen (yoy) di tahun ini
Doddy menjamin Bank Sentral akan terus melakukan intervensi. Bentuk intervensi yang dilakukan BI untuk menjaga nilai tukar rupiah, salah satunya tercermin dari menurunnya jumlah cadangan devisa sebesar 3,92 miliar dolar AS menjadi 128,06 miliar dolar AS.
"Seperti asuransi saja. Kita akan mengisi kembali cadangan devisa ketika sudah tak intervensi lagi," ujarnya.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018
Tags: