Jakarta (ANTARA News) - Stephen Hawking, yang telah berusaha menjelaskan masalah-masalah kehidupan paling rumit ketika dia sendiri berada di bawah bayang-bayang kematian prematur, meninggal dunia pada usia 76 tahun.
Press Association melaporkan kematiannya berdasarkan keterangan dari pihak keluarga.
Otak cemerlang Hawking telah menguakkan kesangat-terbasan manusia dalam memahami baik maha luasnya semesta atau ruang maupun dunia submolekul yang ganjil dalam teori kuantum yang dia sebut dapat memprediksi apa yang terjadi pada awal dan akhir masa.
Buah karyanya merentang dari asal usul alam semesta, dengan menjejak prospek perjalanan waktu, sampai misteri lubang hitam yang memangsa ruang.
Namun kedahsyatan otaknya berbanding terbalik dengan tubuhnya yang lemah yang digerogoti oleh penyakit sel saraf motor yang dia derita pada usia 21 tahun.
Hawking pun harus menjalani sebagian besar hidupnya di kursi roda. Saat kondisi tubuhnya semakin buruk, dia sampai harus berbicara melalui penyintesis suara dan berkomunikasi dengan cara menggerak-gerakkan alis mata.
Baca juga: Stephen Hawking meninggal dunia
Penyakit itu telah memaksa dia untuk berkarya lebih keras namun hal itu justru menjadi faktor ambruknya dua pernikahan yang dilewatinya, tulis dia dalam memoar terbitan 2013 berjudul “My Brief History.”
Dalam buku itu dia mengungkapkan perasaannya saat pertama kali didiagnosis menderita penyakit sel saraf. "Saya merasa tidak adil, mengapa hal itu harus terjadi pada saya," tulis dia.
"Saat itu, saya mengira hidup saya telah berakhir dan bahwa saya tidak akan pernah mewujudkan potensi yang saya rasakan yang saya miliki. Tetapi sekarang, 50 tahun kemudian, saya boleh dibilang sangat puas pada kehidupan saya."
Hawking mulai terkenal ke seantero jagat setelah mempublikasikan buku "A Brief History of Time" pada 1988. Ini adalah salah satu dari buku-buku yang paling rumit yang justru menarik banyak orang dan bertahan sebagai buku paling laris pilihan Sunday Times sampai selama 237 pekan atau hampir lima tahun.
Dia mengatakan bahwa dia menulis buku itu demi mengungkapkan kebahagiaannya sendiri terhadap penemuan-penemuan belakangan itu mengenai alam semesta.
"Tujuan awal saya adalah menulis buku yang bisa dijual di toko buku bandara," aku dia kepada wartawan saat itu.
"Untuk memastikan buku ini bisa dipahami (banyak orang) saya mengujicobakannya kepada para perawat saya. Saya kira mereka memahami sebagian besar isi dari buku ini," tulis Hawking dalam memoarnya itu seperti dikutip Reuters.
Stephen Hawking, sebuah obituari
14 Maret 2018 12:28 WIB
Stephen Hawking (Reuters)
Pewarta: SYSTEM
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018
Tags: