KPK jelaskan bagaimana hakim PN Tangerang terima suap
13 Maret 2018 21:49 WIB
Sejumlah pegawai PN melihat ruang Panitra Pengganti berinisial TA yang disegel KPK dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Pengadilan Negeri Tangerang, Tangerang, Banten, Selasa (13/3/2018). (ANTARA /Muhammad Iqbal)
Jakarta, 13/3 (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin kemarin (12/3) menangkap tangan tujuh orang, dengan beberapa diantaranya ada hakim dan panitera Pengadilan Negeri Tangerang, lantaran menerima suap terkait skenario untuk memenangkan pihak tertentu dalam perkara perdata yang sedang ditangani instutusi peradilan itu.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Selasa, menjelaskan bagaimana kronologi suap dan penangkapan itu terjadi, yang melibatkan hakim WWN (Wahyu Widya Nurfitri), TA (Tuti Atika) seorang panitera pengganti, advokat AGS (Agus WIratno) dan HMS (HM Saipudin), serta tiga pegawai negeri sipil di PN Tangerang.
Tujuh orang tersebut diamankan karena adanya pemberian uang ke hakim melalui panitera karena sedang menangani kasus perdata dan ada pihak-pihak tertentu yang ingin kasusnya dimenangkan dan berupaya melalui pengacara memberikan sejumlah uang untuk hakim.
"Panitera TA (Tuti Atika) berkomunikasi dengan AGS (Agus Wiratno) advokat, terkait perkara perdata wanprestasi di PN Tangerang," ungkap Basaria.
Sidang pembacaan putusan seharusnya dijadwalkan pada 27 Februari 2018 tapi karena panitera pengganti sedang umrah maka putusan ditunda menjadi 8 Maret 2018.
"Diduga TA menyampaikan informasi kepada pengacara AGS mengenai rencana putusan yang isinya `menolak gugatan`, dengan segala upaya AGS mengupayakan agar gugatan dimenangkan," ungkap Basaria.
Sehingga pada 7 Maret 2018, Agus atas persetujuan Saipudin kembali bertemu dengan Tuti di PN Tangerang dan menyerahkan uang 7,5 juta yang diserahkan ke Tuti yang kemudian diserahkan kepada Wahyu Widya sebagai ucapan terima kasih kesepakatan untuk memenangkan kasus yang ditangani.
Namun karena uang tersebut dinilai kurang, maka akhirnya disepakati nilainya Rp30 juta, dengan perjanjian kekurangan Rp22,5 juta diberikan kemudian.
Hingga 8 Maret 2018 Agus belum juga menyerahkan sisa kekurangan yang disepakati dan sidang pembacaan putusan kembali ditunda dengan alasan anggota majelis hakim sedang bertugas keluar kantor sehingga dijadwalkan 13 Selasa 2018 yaitu hari ini.
Pada 12 Maret Agus lalu membawa uang Rp22,5 juta yang dimasukkan amplop putih dari kantornya di Kebon Jeruk ke PN Tangerang. Ia tiba pukul 16.15 WIB dan Agus langsung menyerahkan uang ke Tuti.
Setelah penyerahan uang tim kemudian mengamankan Agus di parkiran Pengadilan Tangerang. Tim lalu masuk ke ruangan Tuti dan mengamankan Tuti serta uang Rp22,5 juta yang baru diserahkan.
Tim lalu membawa Agus, Tuti bersama 3 orang lain yaitu pegawai PN Tangerang ke gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan awal. Selanjutnya tim bergerak ke Kebon Jeruk jakbar dan mengamankan Saipudin di kantornya sekitar pukul 20.00.
Orang terakhir yang diamankan adalah Wahyu Widya yang diamankan di bandara Soekarno Hatta saat baru tiba dari Semarang sekitar pukul 20.30 WIB.
Pemberian untuk Wahyu Widya dan Tuti bernilai total Rp30 juta secara bertahap yaitu dua kali pada 7 Maret 2018 sebear Rp7,5 juta dan pada 12 Maret 2018 sebesar Rp22,5 juta.
"Uangnya murni dari pengacara karena untuk sementara dari hasil penyidikan ada kesepakatan antara M (Momoh) sebagai pemilik tanah akan ada success fees, dengan pengacara mendapat 40:60 dari hasi jual tanah, jadi advokat berusaha semaksimal mungkin untuk memenangkan perkaranya," jelas Basaria.
Terhadap penerima suap Wahyu Widya Nurfitri dan Tuti Atika disangkakan sangkaan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu menyebut mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan pihak pemberi adalah Agus Wiratno dan HM Saipudin dengan sangkaan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.
Baca juga: KPK amankan hakim Pengadilan Negeri Tangerang
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Selasa, menjelaskan bagaimana kronologi suap dan penangkapan itu terjadi, yang melibatkan hakim WWN (Wahyu Widya Nurfitri), TA (Tuti Atika) seorang panitera pengganti, advokat AGS (Agus WIratno) dan HMS (HM Saipudin), serta tiga pegawai negeri sipil di PN Tangerang.
Tujuh orang tersebut diamankan karena adanya pemberian uang ke hakim melalui panitera karena sedang menangani kasus perdata dan ada pihak-pihak tertentu yang ingin kasusnya dimenangkan dan berupaya melalui pengacara memberikan sejumlah uang untuk hakim.
"Panitera TA (Tuti Atika) berkomunikasi dengan AGS (Agus Wiratno) advokat, terkait perkara perdata wanprestasi di PN Tangerang," ungkap Basaria.
Sidang pembacaan putusan seharusnya dijadwalkan pada 27 Februari 2018 tapi karena panitera pengganti sedang umrah maka putusan ditunda menjadi 8 Maret 2018.
"Diduga TA menyampaikan informasi kepada pengacara AGS mengenai rencana putusan yang isinya `menolak gugatan`, dengan segala upaya AGS mengupayakan agar gugatan dimenangkan," ungkap Basaria.
Sehingga pada 7 Maret 2018, Agus atas persetujuan Saipudin kembali bertemu dengan Tuti di PN Tangerang dan menyerahkan uang 7,5 juta yang diserahkan ke Tuti yang kemudian diserahkan kepada Wahyu Widya sebagai ucapan terima kasih kesepakatan untuk memenangkan kasus yang ditangani.
Namun karena uang tersebut dinilai kurang, maka akhirnya disepakati nilainya Rp30 juta, dengan perjanjian kekurangan Rp22,5 juta diberikan kemudian.
Hingga 8 Maret 2018 Agus belum juga menyerahkan sisa kekurangan yang disepakati dan sidang pembacaan putusan kembali ditunda dengan alasan anggota majelis hakim sedang bertugas keluar kantor sehingga dijadwalkan 13 Selasa 2018 yaitu hari ini.
Pada 12 Maret Agus lalu membawa uang Rp22,5 juta yang dimasukkan amplop putih dari kantornya di Kebon Jeruk ke PN Tangerang. Ia tiba pukul 16.15 WIB dan Agus langsung menyerahkan uang ke Tuti.
Setelah penyerahan uang tim kemudian mengamankan Agus di parkiran Pengadilan Tangerang. Tim lalu masuk ke ruangan Tuti dan mengamankan Tuti serta uang Rp22,5 juta yang baru diserahkan.
Tim lalu membawa Agus, Tuti bersama 3 orang lain yaitu pegawai PN Tangerang ke gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan awal. Selanjutnya tim bergerak ke Kebon Jeruk jakbar dan mengamankan Saipudin di kantornya sekitar pukul 20.00.
Orang terakhir yang diamankan adalah Wahyu Widya yang diamankan di bandara Soekarno Hatta saat baru tiba dari Semarang sekitar pukul 20.30 WIB.
Pemberian untuk Wahyu Widya dan Tuti bernilai total Rp30 juta secara bertahap yaitu dua kali pada 7 Maret 2018 sebear Rp7,5 juta dan pada 12 Maret 2018 sebesar Rp22,5 juta.
"Uangnya murni dari pengacara karena untuk sementara dari hasil penyidikan ada kesepakatan antara M (Momoh) sebagai pemilik tanah akan ada success fees, dengan pengacara mendapat 40:60 dari hasi jual tanah, jadi advokat berusaha semaksimal mungkin untuk memenangkan perkaranya," jelas Basaria.
Terhadap penerima suap Wahyu Widya Nurfitri dan Tuti Atika disangkakan sangkaan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu menyebut mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan pihak pemberi adalah Agus Wiratno dan HM Saipudin dengan sangkaan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.
Baca juga: KPK amankan hakim Pengadilan Negeri Tangerang
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: