Jakarta (ANTARA News)- Kurs rupiah terhadap dolar AS pada pekan depan diperkirakan stabil dalam kisaran Rp9.000-9.200 per dolar AS, didukung oleh faktor fundamental ekonomi makro Indonesia, meski Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. "Pergerakan rupiah, baik menguat maupun melemah, masih dalam batas yang wajar. Karena itu, mata uang lokal tersebut dinilai masih stabil dalam kisaran antara Rp9.000 sampai Rp9.200 per dolar AS," kata Direktur Bhakti Capital, Budi Ruseno, di Jakarta, akhir pekan ini. Ia mengatakan fundamental ekonomi membaik dan inflasi tahunan yang terkendali di bawah 6 persen, serta BI rate mampu ditutunkan lagi menjadi 8,25 persen merupakan faktor pendukung bagi rupiah untuk tetap berada dalam kisaran tersebut. Rupiah, lanjutnya, diperkirakan juga akan mendapat sentimen positif dari eksternal seperti bank sentral AS (The Fed) yang berencana menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi dan juga bank sentral Jepang (BoJ) untuk mengangkat yen yang terus melemah. Namun semua itu baru rencana yang sampai saat ini masih belum terealisasikan. Bahkan The Fed kemungkinan akan menurunkan suku bunganya, setelah data sektor pelayanan AS pada Juni menguat di luar perkiraan sebelumnya, katanya. Posisi rupiah yang stabil di atas level Rp9.000 per dolar AS, menurut Budi Ruseno, sesuai dengan harapan BI, karena pada level tersebut baik eksportir maupun importir aktif melakukan usahanya. Mengenai "hot money" asing, menurut dia, memang tidak memberikan pengaruh positif, bahkan cenderung merosot, karena investor asing lebih fokus bermain di pasar modal, sehingga indeks bursa efek Jakarta (BEJ) terus menguat mencatat rekor baru mencapai 2.225 poin. "Kami memperkirakan rupiah pekan depan juga akan mendapat respon positif dengan makin membaiknya indeks BEJ," katanya. (*)