Tiangong-1 tidak bisa dicegah jatuh, ini penjelasan LAPAN
12 Maret 2018 12:10 WIB
Arsip - Seorang tentara China berdiri di dekat roket Long March II-F yang berisi modul luar angkasa tanpa awak Tiangong-1 milik China di landasan luncur di Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan, provinsi Gansu, China, Rabu (28/9/2011). (FOTO ANTARA/REUTERS/Petar Kuju)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan jatuhnya stasiun luar angkasa milik China bernama Tiangong-1 tidak dapat dicegah, hanya perlu diwaspadai potensi bahayanya.
"Tidak bisa dicegah. Yang bisa dilakukan hanya memantau dan mengantisipasi potensi bahayanya," kata Thomas kepada Antara di Jakarta, Minggu.
Ia menegaskan kemungkinan untuk jatuh ke pemukiman sangat kecil. "Jadi jangan berandai-andai yang berpotensi meresahkan," kata Thomas.
Terkait sisa bahan bakar Tiangong-1 yang masih tersisa, ia mengatakan bahan bakar roket kendali dari stasiun atau pesawat luar angkasa memang berisi Hydrazine dan biasanya tersimpan pada tabung yang sangat kuat.
Thomas menyebutkan kemungkinan tabung tersebut tidak habis terbakar saat jatuh memasuki atmosfer bumi.
"Hydrazine memang sangat beracun, jadi itu salah satu objek yang harus diwaspadai kalau masih tersisa di tabungnya saat jatuh," lanjut Thomas.
Ia mengatakan pihaknya terus memantau jatuhnya stasiun luar angkasa China Tiangong-1 yang diprediksi badan keantariksaan berbagai negara akan mencapai bumi dalam hitungan beberapa minggu ke depan.
Baca juga: Stasiun luar angkasa Tiangong-1 jatuh, LAPAN terus pantau
Baca juga: Lapan libatkan ITS dalam pembuatan satelit baru LAPAN A5
Meski demikian, Thomas mengatakan ketidakpastian waktu dan lokasi serpihan stasiun luar angkasa berbobot 8,5 ton tersebut menghantam bumi masih besar. Karenanya hingga kini LAPAN belum memberikan penjelasan kepada publik.
Ia menambahkan kejatuhan objek antariksa sudah beberapa kali terjadi sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
Meski demikian Profesor Riset Astronomi-Astrofisika itu mengatakan probabilitas jatuhnya wahana antariksa milik China yang sudah lepas kendali sejak 2016 ke pemukiman sangat kecil. Namun demikian, masyarakat tetap perlu memiliki kewaspadaan.
Menurut dia, semua negara antara lintang 43 derajat utara sampai lintang 43 selatan berpotensi terkena serpihan Tiangong-1, termasuk Indonesia. Namun karena wilayah yang tidak berpenghuni seperti lautan, hutan dan gurun jauh lebih luas dari wilayah pemukiman maka dirinya menegaskan probabilitas jatuh di wilayah pemukiman sangat kecil.
Baca juga: Indonesia perlu siapkan wisata antariksa secara mandiri
Baca juga: LAPAN bahas pembangunan stasiun peluncuran satelit
"Tidak bisa dicegah. Yang bisa dilakukan hanya memantau dan mengantisipasi potensi bahayanya," kata Thomas kepada Antara di Jakarta, Minggu.
Ia menegaskan kemungkinan untuk jatuh ke pemukiman sangat kecil. "Jadi jangan berandai-andai yang berpotensi meresahkan," kata Thomas.
Terkait sisa bahan bakar Tiangong-1 yang masih tersisa, ia mengatakan bahan bakar roket kendali dari stasiun atau pesawat luar angkasa memang berisi Hydrazine dan biasanya tersimpan pada tabung yang sangat kuat.
Thomas menyebutkan kemungkinan tabung tersebut tidak habis terbakar saat jatuh memasuki atmosfer bumi.
"Hydrazine memang sangat beracun, jadi itu salah satu objek yang harus diwaspadai kalau masih tersisa di tabungnya saat jatuh," lanjut Thomas.
Ia mengatakan pihaknya terus memantau jatuhnya stasiun luar angkasa China Tiangong-1 yang diprediksi badan keantariksaan berbagai negara akan mencapai bumi dalam hitungan beberapa minggu ke depan.
Baca juga: Stasiun luar angkasa Tiangong-1 jatuh, LAPAN terus pantau
Baca juga: Lapan libatkan ITS dalam pembuatan satelit baru LAPAN A5
Meski demikian, Thomas mengatakan ketidakpastian waktu dan lokasi serpihan stasiun luar angkasa berbobot 8,5 ton tersebut menghantam bumi masih besar. Karenanya hingga kini LAPAN belum memberikan penjelasan kepada publik.
Ia menambahkan kejatuhan objek antariksa sudah beberapa kali terjadi sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
Meski demikian Profesor Riset Astronomi-Astrofisika itu mengatakan probabilitas jatuhnya wahana antariksa milik China yang sudah lepas kendali sejak 2016 ke pemukiman sangat kecil. Namun demikian, masyarakat tetap perlu memiliki kewaspadaan.
Menurut dia, semua negara antara lintang 43 derajat utara sampai lintang 43 selatan berpotensi terkena serpihan Tiangong-1, termasuk Indonesia. Namun karena wilayah yang tidak berpenghuni seperti lautan, hutan dan gurun jauh lebih luas dari wilayah pemukiman maka dirinya menegaskan probabilitas jatuh di wilayah pemukiman sangat kecil.
Baca juga: Indonesia perlu siapkan wisata antariksa secara mandiri
Baca juga: LAPAN bahas pembangunan stasiun peluncuran satelit
Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018
Tags: