Muhammadiyah hormati beda penafsiran soal cadar
9 Maret 2018 16:20 WIB
Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang mengenakan cadar berada di kawasan kampus UIN Sunan Kalijaga, Sleman, Yogyakarta, Kamis (8/3/2018). Sesuai surat resmi Rektor UIN Sunan Kalijaga nomor B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018, pihak kampus UIN Sunan Kalijaga akan melakukan pendataan dan pembinaan terhadap mahasiswi yang menggunakan cadar dilingkungan kampus. (ANTARA /Andreas Fitri Atmoko)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan Muhammadiyah tidak melarang atau menganjurkan Muslimah mengenakan cadar tetapi pelarangan penggunaan penutup muka di kampus seharusnya tidak dilakukan.
"Tentu kami menghormati kelompok yang memiliki tafsir berbeda, itulah kayanya khazanah Islam," kata Dahnil kepada wartawan di Jakarta, Jumat
Dia mengatakan larangan cadar di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tergolong polemik furuiyah atau persoalan-persoalan cabang dalam agama. Hal itu seharusnya tidak terjadi karena bukan persoalan besar jika tidak dipertajam dengan adanya kebijakan pelarangan cadar di kampus.
Muhammadiyah, kata dia, sejatinya memiliki pandangan tertentu terkait cadar bagi Muslimah.
Muhammadiyah tidak bersepakat dengan penggunaan cadar karena batas aurat untuk perempuan adalah wajah dan telapak tangan. Jadi dalam fiqh yang dipahami Muhammadiyah tidak ada kewajiban mengenakan cadar.
"Saya sangat sayangkan polemik furuiyah masih menjadi masalah di negeri yang mayoritas Islam, yang memang pada dasarnya memang berbeda-beda, toh tidak ada larangan bercadar dalam Islam," kata Dahnil.
Dia sangat menyayangkan pelarangan cadar di kampus universitas Islam yang seharusnya memahami dengan baik keberagaman tafsir dalam Islam.
"Bagi saya UIN Yogyakarta, kehilangan kesejatian universitas, di mana universitas adalah rumah dari universalitas nalar ilmiah, di mana setiap gagasan, ide dan pemikiran saling bertarung satu dengan lainnya untuk menunjukkan keunggulannya," kata dia.
"Jadi bila ada yang takut bahkan bertindak `fasis` terkait dengan perbedaan tersebut, terang universitas kehilangan keuniversalitasannya dan menegasikan keberagaman produk pemikiran," kata Pendiri Madrasah Antikorupsi itu.
"Tentu kami menghormati kelompok yang memiliki tafsir berbeda, itulah kayanya khazanah Islam," kata Dahnil kepada wartawan di Jakarta, Jumat
Dia mengatakan larangan cadar di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tergolong polemik furuiyah atau persoalan-persoalan cabang dalam agama. Hal itu seharusnya tidak terjadi karena bukan persoalan besar jika tidak dipertajam dengan adanya kebijakan pelarangan cadar di kampus.
Muhammadiyah, kata dia, sejatinya memiliki pandangan tertentu terkait cadar bagi Muslimah.
Muhammadiyah tidak bersepakat dengan penggunaan cadar karena batas aurat untuk perempuan adalah wajah dan telapak tangan. Jadi dalam fiqh yang dipahami Muhammadiyah tidak ada kewajiban mengenakan cadar.
"Saya sangat sayangkan polemik furuiyah masih menjadi masalah di negeri yang mayoritas Islam, yang memang pada dasarnya memang berbeda-beda, toh tidak ada larangan bercadar dalam Islam," kata Dahnil.
Dia sangat menyayangkan pelarangan cadar di kampus universitas Islam yang seharusnya memahami dengan baik keberagaman tafsir dalam Islam.
"Bagi saya UIN Yogyakarta, kehilangan kesejatian universitas, di mana universitas adalah rumah dari universalitas nalar ilmiah, di mana setiap gagasan, ide dan pemikiran saling bertarung satu dengan lainnya untuk menunjukkan keunggulannya," kata dia.
"Jadi bila ada yang takut bahkan bertindak `fasis` terkait dengan perbedaan tersebut, terang universitas kehilangan keuniversalitasannya dan menegasikan keberagaman produk pemikiran," kata Pendiri Madrasah Antikorupsi itu.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018
Tags: