Presiden: Petani keluhkan ketersediaan dan harga pupuk
9 Maret 2018 15:01 WIB
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Menteri BUMN Rini Soemarno (keempat kiri) dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar (kedua kiri) berdialog dengan petani saat panen raya jagung di Perhutanan Sosial, Ngimbang, Tuban, Jawa Timur, Jumat (9/3/2018). Jagung yang dipanen raya tersebut merupakan hasil budi daya pertanian oleh petani penggarap hutan penerima KUR dari BNI. (ANTARA /Zabur Karuru)
Tuban (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo mengaku sering mendapat keluhan dari petani mengenai ketersediaan dan mahalnya harga pupuk.
"Saya sering dengar itu, pupuknya mahal dan barangnya tidak ada. Di sini ada Bu Menteri BUMN, biar mendengarkan kalau pupuk mahal dan barang tidak ada, padahal dari PT pupuk barang harusnya ada, ini yang dicari Bu Menteri ke mana barang itu?" kata Presiden Joko Widodo di Desa Ngimbang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Jumat.
Presiden Joko Widodo bersama dengan Ibu Iriana Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan sejumlah pejabat lainnya menghadiri pembagian SK Perhutanan Sosial sekaligus panen jagung di Desa Ngimbang, Kecamatan Palang, Tuban, Jawa Timur.
"Saya tadi di kebun jagung juga sudah sampaikan, ini tolong dicari barangnya mana, petani kalau saya turun ke desa katanya pupuknya barangnya tidak ada," ucap Presiden.
Salah satu petani yang menyampaikan keluhannya kepada Presiden adalah Sukari, petani penerima Surat Keputusan Perhutanan Sosial dari Malang.
"Saya dapat lahan 2 hektare, ditanami kelapa, alpukat, jagung, dan kayu mahoni tua di tepi," kata Sukari.
"Apa jagungnya sudah dipanen?" tanya Presiden.
"Sudah, tapi kurang bagus, ongkosnya mahal, pupuknya tidak ada, kadang-kadang di kelompok ada, kalau pupuk urea, itu kadang ada sedikit-sedikit Pak," jawab Sukari.
"Jagungnya berapa ton?" tanya Presiden.
"Paling 1 ton, campur-campur dengan mahoni, pete di tengah sama alpukat, jagung di bawahnya, terakhir panen jagung 3 ton," jawab Sukari.
"Dijual laku berapa?" tanya Presiden.
"Rp2.900 per kilogram, kalau di pasar bisa laku Rp3.100," jawab Sukari.
"Loh kenapa tidak jual ke pasar?" tanya Presiden.
"Sudah ngutang ke bakul (rentenir) jadi dibelinya Rp2.900," jawab Sukari.
Sedangkan Sukiyem dari Desa Ngimbang juga mengaku menjual panen jagungnya ke tengkulak.
"Harga per kilogram Rp3.000, kalau bagus bisa Rp3.200, jualnya ke tengkulak," kata Sukiyem.
"Kenapa tidak ke Bulog? Kan cuma sedikit. rugi bawa kendaraannya, dan jagungnya sebelum panen sudah pinjam uang ke tengkulak," ucap Sukiyem.
Namun saat ini Sukiyem mengaku mendapat Kredit Usaha Rakyat (KUR) sejumlah Rp8,5 juta dari BNI.
"Dulu-dulu tidak ada KUR, setelah SK dari Pak Jokowi dapat SK dan KUR, bisa utang sama KUR, dulu tidak pernah KUR jadi utang ke tengkulak saja, tapi KUR-nya belum dikembalikan karena belum panen," kata Sukiyem.
"Hati-hati, pinjaman harus dikembalikan," pesan Presiden.
"Saya sering dengar itu, pupuknya mahal dan barangnya tidak ada. Di sini ada Bu Menteri BUMN, biar mendengarkan kalau pupuk mahal dan barang tidak ada, padahal dari PT pupuk barang harusnya ada, ini yang dicari Bu Menteri ke mana barang itu?" kata Presiden Joko Widodo di Desa Ngimbang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Jumat.
Presiden Joko Widodo bersama dengan Ibu Iriana Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan sejumlah pejabat lainnya menghadiri pembagian SK Perhutanan Sosial sekaligus panen jagung di Desa Ngimbang, Kecamatan Palang, Tuban, Jawa Timur.
"Saya tadi di kebun jagung juga sudah sampaikan, ini tolong dicari barangnya mana, petani kalau saya turun ke desa katanya pupuknya barangnya tidak ada," ucap Presiden.
Salah satu petani yang menyampaikan keluhannya kepada Presiden adalah Sukari, petani penerima Surat Keputusan Perhutanan Sosial dari Malang.
"Saya dapat lahan 2 hektare, ditanami kelapa, alpukat, jagung, dan kayu mahoni tua di tepi," kata Sukari.
"Apa jagungnya sudah dipanen?" tanya Presiden.
"Sudah, tapi kurang bagus, ongkosnya mahal, pupuknya tidak ada, kadang-kadang di kelompok ada, kalau pupuk urea, itu kadang ada sedikit-sedikit Pak," jawab Sukari.
"Jagungnya berapa ton?" tanya Presiden.
"Paling 1 ton, campur-campur dengan mahoni, pete di tengah sama alpukat, jagung di bawahnya, terakhir panen jagung 3 ton," jawab Sukari.
"Dijual laku berapa?" tanya Presiden.
"Rp2.900 per kilogram, kalau di pasar bisa laku Rp3.100," jawab Sukari.
"Loh kenapa tidak jual ke pasar?" tanya Presiden.
"Sudah ngutang ke bakul (rentenir) jadi dibelinya Rp2.900," jawab Sukari.
Sedangkan Sukiyem dari Desa Ngimbang juga mengaku menjual panen jagungnya ke tengkulak.
"Harga per kilogram Rp3.000, kalau bagus bisa Rp3.200, jualnya ke tengkulak," kata Sukiyem.
"Kenapa tidak ke Bulog? Kan cuma sedikit. rugi bawa kendaraannya, dan jagungnya sebelum panen sudah pinjam uang ke tengkulak," ucap Sukiyem.
Namun saat ini Sukiyem mengaku mendapat Kredit Usaha Rakyat (KUR) sejumlah Rp8,5 juta dari BNI.
"Dulu-dulu tidak ada KUR, setelah SK dari Pak Jokowi dapat SK dan KUR, bisa utang sama KUR, dulu tidak pernah KUR jadi utang ke tengkulak saja, tapi KUR-nya belum dikembalikan karena belum panen," kata Sukiyem.
"Hati-hati, pinjaman harus dikembalikan," pesan Presiden.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: