Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo kooperatif selama mengikuti proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Untuk diketahui, Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis telah menggelar sidang perdana perkara merintangi penyidikan kasus korupsi KTP-elektronik (KTP-e) dengan terdakwa Bimanesh Sutarjo.

"Pengadilan Tipikor hari ini seperti yang sudah diketahui ada pembacaan dakwaan untuk terdakwa Bimanesh terus ada beberapa agenda lain juga, untuk Bimanesh kami ingatkan agar terdakwa kooperatif," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

Mengingat, kata dia, Bimanesh juga telah mengajukan diri menjadi "justice collaborator" pada akhir Februari 2018 lalu.

"Jadi, syarat JC itu harus diingat kembali dalam proses persidangan ini. Saatnya untuk menunjukkan bahwa memang ada niat penuh untuk mengajukan JC. Jadi, mulai perbuatan sampai dengan membuka peran pihak lain seterang-terangnya," tuturnya.

Selain itu, kata Febri, KPK juga akan mencermati proses persidangan Bimanesh untuk mengetahui sejauh mana status JC itu bisa dikabulkan.

"Nanti kita lihat di proses persidangan, Jaksa akan mempertimbangkan lebih lanjut sejuah mana nanti JC itu patut atau bisa dikabulkan," ungkap Febri.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada KPK mendakwa Bimanesh Sutarjo bersama-sama advokat Fredrich Yunadi dengan sengaja merintangi penyidikan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-elektronik atas tersangka Setya Novanto.

Terhadap perbuatan tersebut, Bimanesh didakwa dengan Pasal 21 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Untuk diketahui, sebelumnya terdakwa lainnya dalam kasus itu, yakni Fredrich Yunadi mengancam tidak akan menghadiri persidangannya karena putusan sela dan sejumlah permintaan yang ia ajukan ditolak oleh hakim.