Jenewa (ANTARA News) - Anak-anak perempuan pengungsi hanya sebagian jumlahnya dibandingkan teman pria mereka yang bisa pergi ke sekolah menengah pertama, ungkap PBB pada Rabu (7/3), mendesak upaya untuk mematahkan hambatan pendidikan bagi anak perempuan yang berada di pengasingan.

Pengungsi pada umumnya memiliki akses yang lebih sedikit untuk bisa bersekolah dibandingkan anak lainnya, dan laporan dari badan pengungsian PBB (UNHCR) mengungkap bahwa anak gadis yang mengungsi memiliki kemungkinan yang jauh lebih sedikit dibandingkan anak pengungsi pria.

"Ada hambatan yang sangat sulit untuk bisa diatasi. Kami menyerukan upaya internasional untuk mengubah haluan," ujar kepala UNHCR Filippo Grandi dalam sebuah pernyataan.

Dalam laporan yang dipublikasikan tahun lalu, badan tersebut memperingatkan bahwa setengah dari sekitar 3,5 juta pengungsi anak di dunia tidak bisa bersekolah.

Sementara sekitar 84 persen anak di seluruh dunia pergi ke sekolah menengah pertama, hanya 23 persen di antaranya yang merupakan anak-anak pengungsi, menurut penemuan laporan pada September.

Sementara itu, laporan pada Rabu berjudul "Her Turn" mengindikasikan bahwa anak perempuan merupakan mayoritas anak-anak pengungsi yang tidak bisa bersekolah, demikian AFP.

Baca juga: Ada 70.000 ibu hamil dan menyusui di antara pengungsi Rohingya
Baca juga: Perempuan Afghanistan hadapi diskriminasi dan kemiskinan