Jakarta (ANTARA News) - Naiknya popularitas partai-partai populis kanan ekstrem dapat menciptakan "parlemen menggantung" di mana aliansi sayap kanan kemungkinan memenangkan suara terbanyak, tetapi tidak bakal menjadi mayoritas.

Fakta itu terungkap setelah Pemilu Italia didominasi oleh kampanye yang bernada kemarahan terhadap imigrasi.

Setelah hampir separuh surat suara dari pemungutan suara yang berlangsung Minggu waktu setempat telah dihitung, koalisi sayap kanan menguasai 37 persen suara. Koalisi ini di dalamnya termasuk partai kanan ekstrem anti-Uni Eropa Partai Liga yang menangguk 18 persen suara dan Forza Italia yang dipimpin raja media Silvio Berlusconi dengan 14 persen suara.

Kenyataan ini membuat pemimpin Partai Liga Matteo Salvini yang sudah berjanji menutup kamp-kamp imigran di Roma, mendeportase ratusan ribu imigran dan anti-Islam, menjadi perdana menteri Italia berikutnya.

Gerakan Lima Bintang yang antikemapanan, yang mendapatkan dukungan luas publik karena suburnya ketidakpercayaan kepada partai-partai lama dan minimnya peluang ekonomi, berada pada urutan kedua dengan 31 persen suara.

"Pemilu 4 Maret adalah hasil dari Eropa yang takut dan Italia mungkin tak memperkirakan skala ini," tulis kolumnis Marcello Sorgi dalam harian La Stampa seperti dikutip AFP. "Dikalahkan di semua tempat di Eropa, populisme malah menang di sini (Italia)."