Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Ekonomi yang juga anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, memperkirakan bahwa Daftar Negatif Investasi (DNI) yang baru saja dikeluarkan pemerintah akan disambut dingin oleh pelaku pasar karena adanya merosotnya keyakinan pasar pada pemerintah. "Jadi, DNI yang menurut saya sangat longgar untuk beberapa sektor seperti perbankan, yang malah lebih longgar dari komitmen kita ke WTO, dan sektor komunikasi juga demikian, ini akan ditanggapi dingin-dingin saja oleh pelaku usaha dan tampaknya gejala kemerosotan kepercayaan itu sudah semakin tinggi," kata Dradjad di Jakarta, Kamis. Menurut Dradjad, gejala kemerosotan kepercayaan itu sudah terlihat sejak dikeluarkannya paket investasi dan paket infrastruktur pada tahun lalu. "Kemudian UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) dimana kami berantem habis-habisan di Senayan karena kami dianggap tidak pro pada investor, tapi sampai sekarang pemerintah belum berani mendeklarasikan kapan UU KUP itu akan diberlakukan," jelasnya. Kebiasaan pemerintah yang sering berbeda antara kebijakan dan pernyataan, katanya, menjadi penyebab semakin merosotnya kepercayaan pemerintah pada efektifitas dalam mengambil keputusan. "Entah ini karena politiknya atau orangnya," tutur anggota Fraksi PAN itu. Sementara itu, pengamat ekonomi Aviliani menyangsikan efektifitas pelaksanaan kebijakan DNI tersebut. "Kebijakannya sudah bagus, tapi masalahnya ada di implementasi kebijakan dimana koordinasi sering tidak terjadi," ujarnya Menurut Aviliani, daftar yang berisi sektor-sektor yang mengharamkan masuknya investasi asing itu terlalu longgar. "Itu tidak menjelaskan visi dan misi pemerintah. Yang menarik adalah perkebunan sampai ubi kayu dan jagung itu boleh mayoritas asing. Nah ini kan juga artinya harus dipikirkan seberapa jauh sebenarnya investor dalam negeri punya kesempatan lebih dahulu daripada asing," katanya. Demikian juga dengan sektor perbankan, yang menurutnya sangat longgar sehingga diperkirakan memungkinkan kepemilikan asing atas perbankan Indonesia bisa mencapai 80-90 persen. "Kalau kita ingin investasi kita naik, harus fokus pada pelakunya," katanya menambahkan. (*)