Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa sore, bergerak melemah sebesar 16 poin menjadi Rp13.664 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.648 per dolar AS, akibat masih tertekan oleh ketidakpastikan suku bunga The Fed yang diperkirakan akan naik.

"Seperti mata uang pasar berkembang lainnya rupiah tertekan oleh ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed," kata Chief Market Strategist FXTM Hussein Sayed di Jakarta.

Ia mengemukakan bahwa notulen Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) terbaru menunjukkan sinyal "hawkish" terhadap kebijakan moneter Amerika Serikat. Investor memperkirakan probabilitas 62 persen sebanyak tiga kenaikan suku bunga pada 2018.

Kendati demikian, menurut dia, depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar AS cenderung tertahan seiring dengan oleh prospek ekonomi Indonesia yang menjanjikan. Sinyal pertumbuhan ekonomi yang positif di Indonesia dapat meningkatkan optimisme pasar sehingga rupiah dapat terjaga.



Baca juga: IHSG menguat 44,25 poin pada penutupan perdagangan





Baca juga: Menkeu: rupiah masih kompetitif

Sementara itu, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa fokus pelaku pasar yang sedang tertuju pada setiap pernyataan Jerome Powell, membuat laju mata uang di negara berkembang cenderung tertahan.

"Setiap petunjuk kebijakan moneter yang disampaikan Powell akan memengaruhi pergerakan pasar. Pasar akan melihat, apakah nadanya akan terlalu dovish atau hawkish terhadap suku bunga The Fed," katanya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa (27/2) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.650 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.659 per dolar AS.