Jakarta (ANTARA News) - Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi Tahun Anggaran 2018 atau "Public Service Obligation" (PSO) dari pemerintah melalui Kemenhub untuk PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) pada 2018 ini turun dari Rp2,06 triliun pada 2017 menjadi hanya Rp1,86 triliun.

Direktur Jenderal Lalu Lintas Angkutan Laut Kementerian Pehubungan Dwi Budi Sutrisno dalam penandatanganan tanganan kontrak Perjanjian Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi Tahun Anggaran 2018 di Jakarta mengatakan penurunan PSO seiring dengan penurunan penumpang angkutan laut sebesar 8 persen per tahun.

"Penumpang semakin menurun sekitar delapan persen per tahun dikarenakan tingkat ekonomi masyarakat kelas menengah naik dan persaingan angkutan penumpang semakin tinggi, sehingga berpindah ke angkutan udara," katanya.

Dia mengatakan besaran yang dialokasikan tahun ini sesuai dengan kajian Inspektorat Jenderal Kemenbub.

"Alokasi anggaran ini sesuai dengan peraturan perlaku dari Dirjen, anggaran dilakukan kajian oleh Inspektorat Jenderal, sebelum dilakukan kontrak disampaikan melalui Pak Sekjen, sehingga pada hari ini bisa melaksanakan kontrak ini," katanyam

Penandatanganan kontrak PSO Tahun 2018 tersebut dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut R Agus H Purnomo dan Direktur Utama PT Pelni Insan Purwarisya L Tobing di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah mulai memberikan bantuan dalam bentuk subsidi PSO kepada PT. Pelni, sebagai agen pembangunan sejak tahun 2003.

Bantuan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab negara dalam memenuhi hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan akses transportasi ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk wilayah terpencil dan terluar.

Terlebih lagi, mengingat kondisi geografis Indonesia, yang merupakan negara kepulauan, maka transportasi laut tentunya menjadi kebutuhan pokok atau urat nadi konektivitas nusantara.

Nilai PSO RP1,86 triliun itu dialokasikan untuk 26 unit kapal dengan total 266 perjalanan.

"Harapannya adalah, dengan adanya PSO ini, masyakarat pengguna transportasi laut kelas ekonomi dapat menikmati pelayanan yang baik dengan harga terjangkau,? ujar Dwi.

Namun demikian, Dwi menegaskan bahwa dengan adanya subsidi dan tarif angkutan laut kelas ekonomi yang terjangkau, tidak berarti pelayanan prima dan faktor keselamatan pelayaran dikesampingkan.

"Pelayanan dan keselamatan pelayaran harus tetap menjadi prioritas utama," katanya.

Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, Dwi berharap PT Pelni dapat meningkatkan pelayanan angkutan laut penumpang sesuai dengan standar minimal yang ada.

"Kedepan diharapkan agar PT. Pelni dapat meningkatkan kemampuan pelayanan kapal penumpang secara mandiri. Mulai dari pelayanan penumpang di terminal, pelayanan permakanan terutama pada trayek-trayek yang sifatnya lebih komersial. Sehingga tidak lagi membebani APBN," katanya.

Dalam kesempatan sama Direktur Jenderal Perhubungan Laut Agus Purnomo dalam sambutannya mengatakan penurunan PSO tersebut harus dijadikan tantangan oleh Pelni untuk lebih baik ke depannya.

"Harus dijadikan tantangan bagi Pelni karena laut sektor strategis, menyambungkan NKRI. Memang dalam tiga tahun terkahir terjadi penurunan penumpang," katanya.

Karena itu, menurut dia, Pelni harua mencari terobosan baru agar menciptakan keuangan yang tetap sehat dan tidak mengandalkan PSO, seperti mencari destinasi lain atau memperkuat pengangkutan barang dan pelayaran jarak dwkat atau "short sea shipping".

Dalam kesempatan sama, Direktur Utama PT Pelni Insan Purwarisya L Tobing mengatakan penugasan tersebut bukanlah penugasan yang ringan karena jumlah penumpang menurun setiap tahun.

"Artinya biaya operasi naik, biaya PSO semakin tinggi. Kami ingin biaya PSO semakin turun," katanya.

Namun, Insan menegaskan meskipun PSO menurun bukan berarti menurunkan tingkat pelayanan terhadap penumpang.

"Kami memacu untuk menjadi lebih baik," katanya.

Kewajiban Pelayanan Publik/Public Service Obligation (PSO) adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh negara akibat disparitas/perbedaan harga pokok penjualan BUMN/swasta dengan harga atas produk/jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah agar pelayanan produk/jasa tetap terjamin dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

Dasar hukum PSO adalah Undang-Undang RI No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 66 ayat 1. Menurut UU No. 19 Tahun 2003 tersebut, pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.

Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak laik, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan.

Sedangkan PSO Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik/Public Service Obligation (PSO) Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi; Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 65 Tahun 2015 tentang Komponen Biaya Kompensasi Yang Dibayarkan oleh Pemerintah dalam Penyelenggaraan Angkutan Kewajiban Pelayanan Publik/ Public Service Obligation (PSO) Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi; dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 3 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik/Public Service Obligation (PSO) Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi Tahun Anggaran 2018.