Nelayan tradisional Bengkulu masih temukan penggunaan trawl
26 Februari 2018 08:10 WIB
Ilustrasi - Ratusan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Sumatera Utara berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, di Medan, Senin (5/2/2018). Mereka menolak keberadaan pukat harimau karena dapat mengurangi hasil tangkapan nelayan tradisional. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi) ()
Bengkulu (ANTARA News) - Para nelayan tradisional di Provinsi Bengkulu masih menemukan penggunaan alat tangkap terlarang pukat harimau atau trawl beroperasi di perairan wilayah itu meski pemerintah telah menerbitkan aturan pelarangan.
"Ada delapan kapal trawl beriringan yang keluar dari pintu alur Pelabuhan Pulau Baai," kata Hendi, nelayan tradisional Kota Bengkulu, di Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan para nelayan tradisional masih menunggu komitmen pemerintah daerah untuk menertibkan alat tangkap perusak lingkungan itu.
Hal itu sesuai dengan hasil kesepakatan antara nelayan tradisional dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu saat unjuk rasa mendesak penertiban trawl pada Senin pekan lalu.
Saat demo mendesak aparat pemerintah menertibkan trawl, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu dan Kepala DKP Provinsi Bengkulu berjanji menertibkan penggunaan alat tangkap tersebut.
"Kenyataannya masih beroperasi dengan bebas, ini sangat mengecewakan," kata dia.
Selain di pesisir Kota Bengkulu, para nelayan tradisional juga menyaksikan penggunaan alat tangkap trawl yang dioperasikan 15 kapal di perairan Lais, Bengkulu Utara.
Menanggapi hal ini, Pelaksana Tugas Kepala DKP Provinsi Bengkulu, Ivan Syamsurizal, mengatakan para nelayan pengguna trawl sudah berjanji akan mengganti alat tangkap.
"Kami akan cek, karena mereka sudah berjanji pindah alat tangkap," kata dia.
Pemerintah melarang penggunaan trawl sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets).
Baca juga: Menteri Susi diminta berantas trawl di Bengkulu
Baca juga: KKP tegaskan "trawl" tidak ramah lingkungan
"Ada delapan kapal trawl beriringan yang keluar dari pintu alur Pelabuhan Pulau Baai," kata Hendi, nelayan tradisional Kota Bengkulu, di Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan para nelayan tradisional masih menunggu komitmen pemerintah daerah untuk menertibkan alat tangkap perusak lingkungan itu.
Hal itu sesuai dengan hasil kesepakatan antara nelayan tradisional dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu saat unjuk rasa mendesak penertiban trawl pada Senin pekan lalu.
Saat demo mendesak aparat pemerintah menertibkan trawl, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu dan Kepala DKP Provinsi Bengkulu berjanji menertibkan penggunaan alat tangkap tersebut.
"Kenyataannya masih beroperasi dengan bebas, ini sangat mengecewakan," kata dia.
Selain di pesisir Kota Bengkulu, para nelayan tradisional juga menyaksikan penggunaan alat tangkap trawl yang dioperasikan 15 kapal di perairan Lais, Bengkulu Utara.
Menanggapi hal ini, Pelaksana Tugas Kepala DKP Provinsi Bengkulu, Ivan Syamsurizal, mengatakan para nelayan pengguna trawl sudah berjanji akan mengganti alat tangkap.
"Kami akan cek, karena mereka sudah berjanji pindah alat tangkap," kata dia.
Pemerintah melarang penggunaan trawl sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets).
Baca juga: Menteri Susi diminta berantas trawl di Bengkulu
Baca juga: KKP tegaskan "trawl" tidak ramah lingkungan
Pewarta: Helti Marini S
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: