Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian terus mendorong peningkatan produksi aluminium nasional, dengan menargetkan sebanyak 1,5-2 juta ton pada 2025, yang memerlukan kebijakan strategis agar industri yang sudah ada dapat melakukan ekspansi atau menarik investasi baru.

"Beberapa upaya yang telah kami laksanakan, antara lain fokus menciptakan iklim usaha yang kondusif, menjalankan program hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah, dan memacu penggunaan produksi dalam negeri," kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Harjanto melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Pentingnya menggenjot produksi aluminium ini sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Dalam hal ini, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, salah satu PSN yang tengah diakselerasi pengembangannya. Apalagi, Inalum memikul amanah penting dari negara sebagai induk dalam holding BUMN pertambangan.

Baca juga: Kemenperin genjot industri aluminium

"Kami mengapresiasi atas selesainya pelaksanakan proyek Inalum pada tahun 2017 yang menghasilkan produk aluminium sebesar 260 ribu ton per tahun," ujar Harjanto.

Total kapasitas tersebut, terdiri dari produksi ingot alloy 90 ribu ton, billet aluminium 30 ribu ton, dan aluminium ingot primer 140 ribu ton per tahun.

Sedangkan, kebutuhan aluminium dalam negeri saat ini mencapai 900 ribu ton per tahun.

Beberapa waktu lalu, Harjanto melakukan kunjungan kerja ke Inalum, yang berlokasi di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Medan, Sumatera Utara.
Industri aluminium tertua di Asia Tenggara yang berdiri sejak 1979 ini memiliki tiga pabrik utama dengan luas 200 hektar, meliputi pabrik karbon, pabrik reduksi, dan pabrik penuangan.

"Di sana, kami mengadakan focus group discussion yang mengundang seluruh stakeholders, seperti dari instansi pemerintah serta asosiasi industri terutama industri berbasis aluminium hulu-hilir. Kami ingin bersama-sama membangun industri nasional lebih produktif dan berdaya saing global," paparnya.

Harjanto menyebutkan, hasil diskusi kelompok tersebut, antara lain mempertemukan antara pemasok dengan pembeli aluminium, kesepakatan dalam penerapan teknologi terkini dan standardisasi, serta upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri.

"Salah satu strategi menggenjot industri aluminium dalam negeri adalah dengan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang belum ada di produk aluminium untuk menahan masuknya produk impor yang tidak sesuai standar. Kami juga akan menyusun database produk yang sudah dibuat di dalam negeri, dan melakukan kontrol jumlah yang diimpor secara periodik," tutur Harjanto.

Dengan penambahan kapasitas produksi Inalum, diharapkan dapat berperan dalam mengurangi impor sehingga menjaga pengeluaran devisa negara.

"Bahkan, seiring meningkatnya nilai tambah, akan berdampak pula pada penciptaan lapangan kerja," imbuhnya.