PDIP menilai Perppu MD3 tidak perlu
23 Februari 2018 13:14 WIB
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto (tengah) bersama Ketua Steering Committee Rakernas PDIP, Sukur Nababan (kanan) dan Ketua Organizing Committee Rakernas PDIP I Wayan Koster (kiri) menyampaikan keterangan dalam konferensi pers menjelang pembukaan Rakernas III PDIP di Sanur, Bali, Jumat (23/2/2018). (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Bali (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai bahwa Presiden Joko Widodo tidak perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pasal kontroversial dalam Perubahan Kedua UU no 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Perppu kan untuk kondisi yang darurat, memang kita sedang darurat," kata Hasto di Bali, Jumat.
Hasto menjelaskan, PDI Perjuangan menilai bahwa UU MD3 merupakan sebuah kesepahaman dari dialektika dan dinamika yang berkembang di DPR dengan baik.
Menurut dia, setiap pembahasan UU di DPR, Presiden menugaskan menterinya mewakili atas nama pemerintah dan hanya bisa disepakati melalui kesepakatan bersama antara DPR dan pemerintah.
"Undang-Undang hanya bisa disepakati melalui kesepakatan bersama antara DPR dan pemerintah, sehingga itu dalam proses untuk saling melihat aspirasi yang berkembang," ujarnya.
Menurut dia, konstitusi mengatur kalau ada pihak yang tidak puas dengan sebuah produk UU maka bisa melakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Mekanisme itu menurut dia sangat demokratis dan PDI Perjuangan menilai Hakim MK akan mengedapankan sikap kenegarawanannya dalam memutuskan uji materi tersebut.
"Langkah afirmatif ada terus agar kinerja dewan semakin baik, tidak ada penyalahgunaan kekuasaan. Kami bertanggung jawab karena kami menyetujui UU tersebut," ujarnya.
Terkait sikap Presiden Jokowi yang enggan menanda tangani UU MD3, Hasto tidak mau terlalu mencampurinya karena hak Presiden namun dirinya mencontohkan ketika Megawati masih menjadi Presiden, ada beberapa UU yang tidak ditanda tangani meskipun saat itu PDI Perjuangan menjadi fraksi mayoritas di DPR.
Karena itu menurut dia, sikap Presiden Jokowi itu merupakan hal biasa dalam negara demokratis seperti Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Presiden Joko Widodo tidak akan menandatangani pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau MD3 yang baru disahkan oleh DPR RI.
Yasonna mengatakan langkah tidak menandatangani UU MD3 tersebut, merupakan salah satu bentuk protes eksekutif terhadap sejumlah pasal dalam UU MD3 yang menuai polemik di masyarakat.
"Perppu kan untuk kondisi yang darurat, memang kita sedang darurat," kata Hasto di Bali, Jumat.
Hasto menjelaskan, PDI Perjuangan menilai bahwa UU MD3 merupakan sebuah kesepahaman dari dialektika dan dinamika yang berkembang di DPR dengan baik.
Menurut dia, setiap pembahasan UU di DPR, Presiden menugaskan menterinya mewakili atas nama pemerintah dan hanya bisa disepakati melalui kesepakatan bersama antara DPR dan pemerintah.
"Undang-Undang hanya bisa disepakati melalui kesepakatan bersama antara DPR dan pemerintah, sehingga itu dalam proses untuk saling melihat aspirasi yang berkembang," ujarnya.
Menurut dia, konstitusi mengatur kalau ada pihak yang tidak puas dengan sebuah produk UU maka bisa melakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Mekanisme itu menurut dia sangat demokratis dan PDI Perjuangan menilai Hakim MK akan mengedapankan sikap kenegarawanannya dalam memutuskan uji materi tersebut.
"Langkah afirmatif ada terus agar kinerja dewan semakin baik, tidak ada penyalahgunaan kekuasaan. Kami bertanggung jawab karena kami menyetujui UU tersebut," ujarnya.
Terkait sikap Presiden Jokowi yang enggan menanda tangani UU MD3, Hasto tidak mau terlalu mencampurinya karena hak Presiden namun dirinya mencontohkan ketika Megawati masih menjadi Presiden, ada beberapa UU yang tidak ditanda tangani meskipun saat itu PDI Perjuangan menjadi fraksi mayoritas di DPR.
Karena itu menurut dia, sikap Presiden Jokowi itu merupakan hal biasa dalam negara demokratis seperti Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Presiden Joko Widodo tidak akan menandatangani pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau MD3 yang baru disahkan oleh DPR RI.
Yasonna mengatakan langkah tidak menandatangani UU MD3 tersebut, merupakan salah satu bentuk protes eksekutif terhadap sejumlah pasal dalam UU MD3 yang menuai polemik di masyarakat.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: