Rupiah diyakini tidak menuju nilai fundamental baru
22 Februari 2018 17:55 WIB
Dokumentasi Petugas memeriksa tumpukan uang sebelum diedarkan ke sejumlah ATM di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (27/4/2016). Bank Indonesia menyatakan volatilitas atau fluktuasi nilai tukar mata uang yakni rupiah terhadap mata uang asing sepanjang bulan Maret hingga April 2016 cenderung stabil yakni sebesar 5,6 persen. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) ()
Jakarta (ANTARA News) - Pelemahan nilai tukar rupiah sejak pertengahan Januari 2018 dan berlanjut hingga akhir Februari 2018 ini belum akan memunculkan nilai fundamental atau "rezim" kurs baru, dan diyakini akan segera kembali ke rentang Rp13.100-Rp13.600 per dolar AS.
Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean di Jakarta, Kamis, mengatakan memang sedang terjadi kondisi modal asing keluar yang memicu depresiasi kurs sebesar -0,24 persen sejak awal tahun hingga 21 Februari 2018 (year to date/ytd).
"Namun fluktuasi rupiah pernah jauh lebih lebar daripada saat ini," ujarnya dalam riset.
Adrian mengatakan saat ini pelemahan rupiah terjadi karena larinya aliran modal asing. Di awal Februari 2018, kurs rupiah melemah di tingkat terbesarnya di antara pergerakkan sepanjang tahun yakni sebesar -1,56 persen.
Dana asing yang keluar itu terlihat dari jumlah dana masuk di pasar obligasi sebesar Rp44 triliun per 23 Januari 2018 yang turun menjadi Rp15 triliun saja per 14 Februari 2018. Artinya terjadi dana keluar sebesar Rp29 triliun pada kurun 23 Januari hingga 14 Februari atau tiga pekan.
Namun, menurut Adrian, kondisi "ekstrem" di pasar obligasi dan saham saat ini sebenarnya bukanlah yang pertama kali di Indonesia. Preseden sebelumnya bahkan memicu volatilitas kurs yang lebih buruk.
Saat Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS di November 2016, volatlitas dan proses pencarian "ekulibirium baru" di berbagai kelas aset berlangsung selama tiga pekan dan memicu volatlitas kurs dengan depresiasi -4,6 persen.
Sedangkan kondisi ekstrem saat ini menyebabkan pelemahan -1,56 persen dalam tiga pekan terakhir. Artinya, rentang depresiasi kurs saat ini jauh lebih rendah dibanding November 2016 saat tekanan eksternal begitu deras.
"Ke depannya, dengan melihat faktor fundamental dan non-fundamental yang mempengaruhi rupiah, saya melihat prospek rupiah untuk tetap berada di rezim kurs yang sama yakni di rentang Rp13.100-Rp13.600," ujarnya.
Pada Kamis ini, Nilai tukar rupiah antarbank bergerak melemah sebesar 66 poin menjadi Rp13.678 dibanding posisi sebelumnya Rp13.612 per dolar AS.
BI membuka JISDOR Kamis ini di Rp13.665 per dolar AS atau melemah dibanding Rabu kemarin sebesar Rp13.582 per dolar AS.
Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean di Jakarta, Kamis, mengatakan memang sedang terjadi kondisi modal asing keluar yang memicu depresiasi kurs sebesar -0,24 persen sejak awal tahun hingga 21 Februari 2018 (year to date/ytd).
"Namun fluktuasi rupiah pernah jauh lebih lebar daripada saat ini," ujarnya dalam riset.
Adrian mengatakan saat ini pelemahan rupiah terjadi karena larinya aliran modal asing. Di awal Februari 2018, kurs rupiah melemah di tingkat terbesarnya di antara pergerakkan sepanjang tahun yakni sebesar -1,56 persen.
Dana asing yang keluar itu terlihat dari jumlah dana masuk di pasar obligasi sebesar Rp44 triliun per 23 Januari 2018 yang turun menjadi Rp15 triliun saja per 14 Februari 2018. Artinya terjadi dana keluar sebesar Rp29 triliun pada kurun 23 Januari hingga 14 Februari atau tiga pekan.
Namun, menurut Adrian, kondisi "ekstrem" di pasar obligasi dan saham saat ini sebenarnya bukanlah yang pertama kali di Indonesia. Preseden sebelumnya bahkan memicu volatilitas kurs yang lebih buruk.
Saat Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS di November 2016, volatlitas dan proses pencarian "ekulibirium baru" di berbagai kelas aset berlangsung selama tiga pekan dan memicu volatlitas kurs dengan depresiasi -4,6 persen.
Sedangkan kondisi ekstrem saat ini menyebabkan pelemahan -1,56 persen dalam tiga pekan terakhir. Artinya, rentang depresiasi kurs saat ini jauh lebih rendah dibanding November 2016 saat tekanan eksternal begitu deras.
"Ke depannya, dengan melihat faktor fundamental dan non-fundamental yang mempengaruhi rupiah, saya melihat prospek rupiah untuk tetap berada di rezim kurs yang sama yakni di rentang Rp13.100-Rp13.600," ujarnya.
Pada Kamis ini, Nilai tukar rupiah antarbank bergerak melemah sebesar 66 poin menjadi Rp13.678 dibanding posisi sebelumnya Rp13.612 per dolar AS.
BI membuka JISDOR Kamis ini di Rp13.665 per dolar AS atau melemah dibanding Rabu kemarin sebesar Rp13.582 per dolar AS.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: