Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 76 guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, mengirimkan surat dan makalah sebagai lampiran, kepada sembilan Hakim Konstitusi dan tiga orang Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK).

Surat tersebut diserahkan ke MK oleh pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti dan pengajar Fakultas Hukum Universitas Mataram, Widodo Dwi Putro, selaku perwakilan dari 76 guru besar.

"Surat yang kami tujukan itu sebenarnya ada 12 amplop, sembilan untuk hakim konstitusi, kemudian yang tiga kami tujukan sebagai tembusan ke tiga orang Dewan Etik," ujar Bivitri di Gedung MK Jakarta, Selasa.

Bivitri mengatakan surat tersebut berupa imbauan moral kepada para hakim konstitusi, khususnya Ketua MK Arief Hidayat, terkait dua sanksi etik yang pernah dia terima selaku Ketua MK.

Selain surat, para guru besar juga melampirkan makalah berjudul "Etika, Budaya, dan Hukum", yang ditulis oleh Prof. Satjipto Rahardjo. Almarhum Satjipto sendiri merupakan guru dari Arief Hidayat.

"Ini merupakan bentuk kepedulian para guru besar kepada koleganya dan kekhawatiran mereka pada marwah Mahakamah Konstitusi," ujar Bivitri.

Terkait dengan makalah Satjipto yang dilampirkan oleh para guru besar, Widodo mengatakan bahwa makalah itu menekankan bahwa etika dan moral lebih tinggi dibandingkan hukum, karena orang yang memahami hukum belum tentu yang mematuhi hukum dengan etika.

"Hukum tanpa etika tidak layak disebut hukum karena sama dengan pembusukan hukum," kata Widodo.

Lebih lanjut Bivitri mengatakan bahwa surat tersebut diberikan karena para guru besar paham betul, bahwa ketentuan dalam undang-undang tidak bisa memaksa Arief untuk mundur dari jabatannya.

"Maka surat ini memang lebih menyerupai himbauan moral untuk beliau (Arief Hidayat) untuk mundur," pungkas Bivitri.