Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, mengatakan, sedikitnya ada tiga perusahaan yang telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi dalam pengembangan sektor industri petrokimia di Indonesia.



“Mereka akan memproduksi kebutuhan bahan baku kimia berbasis nafta cracker di dalam negeri. Sehingga nanti kita tidak perlu lagi," kata dia, di Jakarta, Senin.



Pertama, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. selaku industri nasional, akan menggelontorkan dana sebesar 6 miliar dolar Amerika Serikat sampai 2021 dalam rangka peningkatan kapasitas produksi.



Kedua, industri petrokimia asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan, akan merealisasikan investasinya sebesar 3-4 miliar dolar Amerika Serikat untuk memproduksi naphta cracker dengan total kapasitas sebanyak 2 juta ton per tahun.






Dan, ketiga, manufaktur besar Thailand, Siam Cement Group (SCG), juga berencana membangun fasilitas produksi nafta cracker senilai 600 juta dolar AS di Cilegon, Banten.



“Dengan tambahan investasi Lotte Chemical dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk., Indonesia akan mampu menghasilkan bahan baku kimia berbasis naphta cracker sebanyak 3 juta ton per tahun," ujar AIrlangga.



Bahkan, lanjutnya, Indonesia bisa memposisikan sebagai produsen terbesar ke-4 di ASEAN setelah Thailand, Singapura, dan Malaysia.



Di samping itu, Kementerian Perindustrian mencatat, beberapa perusahaan farmasi dan bahan baku obat yang telah menggelontorkan dananya untuk investasi di Indonesia.






Beberapa di antaranya PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia senilai Rp132,5 miliar dan PT Ethica Industri Farmasi sebesar Rp1 triliun.



Sedangkan, di sektor kosmetika, PT Unilever Indonesia melakukan perluasan pabrik dengan nilai investasi mencapai Rp748,5 miliar.



Menperin menyebutkan, industri farmasi menjadi salah satu subsektor yang diharapkan berkontribusi signifikan untuk mencapai target pertumbuhan industri pengolahan nonmigas 2018 yang telah
ditetapkan sebesar 5,67 persen.



“Industri farmasi sudah mampu menyediakan 70 persen dari kebutuhan obat dalam negeri,” ungkapnya.