Jakarta (ANTARA News) - Genting Energy menggandeng investor asal China untuk mengembangkan industri petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat, demikian disampaikan Wandy Wanto, Deputi General Manager Genting Energy.



“Jadi kita mendukung pemerintah untuk mencari investor di sektor hilir. Jadi, kita bukan sebagai investor untuk hilirnya. Itu dilaporkan hari ini, sehingga proyek kita di hilir jalan dan hulu juga,” kata Wandy usai bertemu Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu.




Menurut Wandy, investor asal China tersebut menyatakan ketertarikannya untuk berinvestasi senilai 1,5 miliar - 2 miliar dolar AS untuk memproduksi metanol.




“Jadi metanol itu bahan baku untuk membuat polietilen, polipropilen untuk botol dan sebagainya. Nantinya, bisa menjadi subtitusi impor,” kata Wandy.




Apabila terealisasi, pabrik petrokimia tersebut perlu melalui beberapa persiapan hingga akhirnya dapat beroperasi pada 2022.




“Jadi kami bawa investor untuk di hilirnya, itu bagus untuk Indonesia,” khususnya Papua.




Sementara itu, Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menyampaikan pihak Kemenperin mendukung rencana tersebut.




“Kalau saya yang penting ada petrokimia di sana, siapapun investornya,” ungkap Sigit.




Menurut Sigit, impor untuk produk petrokimia saat ini mencapai Rp220 triliun, di mana 70 persennya berbasis polipropilen dan polietilen.




Jadi, jika investasi petrokimia asal China tersebut benar-benar terealisasi, maka produk yang dihasilkan mampu mensubtitusi impor metanol sebesar 1,8 juta ton per tahun atau setara Rp100 triliun.