"Kampanye negatif dalam pilkada tidak bisa dihindarkan, siapa yang bisa mencegah," kata Triyono di Semarang, Rabu.
Menurut dia, meski secara etika tidak diperkenankan, namun kampanye negatif tidak terhindarkan, misalnya kampanye negatif yang dibungkus dengan kritik berdasarkan data dan fakta.
"Misal mengritisi soal kemiskinan, tentu harus didasarkan atas data," katanya.
Bahkan, lanjut dia, sindiran terhadap pasangan calon lain juga dimungkinkan.
Ia mencontohkan ajakan agar tidak memilih calon yang terindikasi terlibat korupsi.
Atau, lanjut dia, sebutan terhadap salah seorang calon yang pernah memiliki riwayat diberhentikan dari jabatannya karena suatu hal.
(Baca juga: Kapolda Jateng mengaku sudah muncul kampanye negatif)
(Baca juga: Kemkominfo preventif media sosial jelang pilkada)
Ia menyebut keberadaan kampanye-kampanye negatif tersebut menjadi tugas bagi tim pemenangan masing-masing pasangan calon untuk memberikan klarifikasi.
"Misalnya klarifikasi soal indikasi terlibat korupsi melakui fakta-fakta yang sudah ada. Atau seorang calon punya riwayat pernah diberhentikan dari jabatannya, harus disampaikan apa yang sebenarnya menjadi alasannya," katanya.
Ia menuturkan masyarakat saat ini sudah cerdas dalam memahami persoalan semacam ini.
"Jangan berpikir masyarakat itu pasif dan mau bergitu saja menerima informasi semacam ini," tambahnya.
Ia mengatakan kita tidak mungkin bisa memilih calon kepala daerah yang sempurna karena seseorang pasti memiliki kelemahan semasa meniti karirnya.
(Baca juga: Polisi bentuk tim siber antisipasi kampanye hitam)
(Baca juga: Cegah kampanye hitam, Polda NTB pantau media sosial)