KPK dalami pemberian uang kepada Zumi Zola
13 Februari 2018 23:49 WIB
Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli (tengah) memberikan keterangan pers pasca penetapan statusnya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Auditorium Rumah Dinas Gubernur Jambi di Jambi, Sabtu (3/2/2018). Zumi Zola masih menjalankan aktifitasnya sebagai Gubernur Jambi dan mengatakan akan kooperatif mengikuti proses hukum yang berlaku dan meminta media dan masyarakat menghormati asas praduga tak bersalah. (ANTARA /Wahdi Septiawan) ()
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami soal pemberian uang kepada tersangka tindak pidana korupsi menerima gratifikasi terkait proyek di Provinsi Jambi.
Untuk mendalami hal itu, KPK pada Selasa memeriksa tiga saksi dari unsur swasta masing-masing Cecep Suryana, Jefri Hendrik, dan Mantes. Ketiganya juga diketahui sebagai pegawai pada perusahaan rekanan di Pemprov Jambi.
"Penyidik mendalami pengetahuan para saksi tentang dugaan pemberian uang kepada para tersangka terkait proyek-proyek di Pemprov Jambi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
KPK sendiri telah menetapkan dua tersangka terkait kasus tersebut, yakni Gubernur Jambi Zumi Zola dan Kepala Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Jambi Arfan.
Sebelumnya, Zumi dan Arfan resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait tindak pidana korupsi menerima gratifikasi terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Provinsi Jambi Tahun 2014-2017 pada Jumat (2/2) lalu.
Gratifikasi yang diduga diterima Zumi dan Arfan adalah Rp6 miliar.
Tersangka Zumi Zola baik bersama dengan Arfan maupun sendiri diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lain dalam kurun jabatannya sebagai Gubernur Jambi periode 2016-2021 sejumlah sekitar Rp6 miliar.
Zumi dan Arfan disangkakan pasal 12 B atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal 12 B mengatur mengenai Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidabna denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Selain itu, tersangka Arfan selaku Kabid Binamarga Dinas PUPR provinsi Jambi serta sebagai pejabat pembuat Komitmen merangkap Plt Kepala Dinas PUPR provinsi Jambi diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Dinas PUPR provinsi Jambi tahun 2014-2017 dan penerimaan lain.
Kasus ini adalah pengembangan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 29 November 2017 lalu terhadap Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi Arfan, dan Asisten Daerah Bidang III Provinsi Jambi Saifudin dan anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Supriono.
KPK menetapkan Supriono sebagai tersangka penerima suap, sedangkan pemberi suap adalah Erwan, Arfan dan Saifuddin. Artinya, Arfan ditetapkan sebagai tersangka untuk dua kasus yang berbeda.
Total uang yang diamankan dalam OTT itu adalah Rp4,7 miliar. Pemberian uang itu adalah agar anggota DPRD Provinsi Jambi bersedia hadir untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 karena para anggota DPRD itu berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018 karena tidak ada jaminan dari pihak Pemprov.
Untuk memuluskan proses pengesahan tersebut, diduga telah disepakati pencarian uang yang disebut sebagai "uang ketok".
Pencarian uang itu dilakukan pada pihak swasta yang sebelumnya telah menjadi rekanan Pemprov.
Untuk mendalami hal itu, KPK pada Selasa memeriksa tiga saksi dari unsur swasta masing-masing Cecep Suryana, Jefri Hendrik, dan Mantes. Ketiganya juga diketahui sebagai pegawai pada perusahaan rekanan di Pemprov Jambi.
"Penyidik mendalami pengetahuan para saksi tentang dugaan pemberian uang kepada para tersangka terkait proyek-proyek di Pemprov Jambi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
KPK sendiri telah menetapkan dua tersangka terkait kasus tersebut, yakni Gubernur Jambi Zumi Zola dan Kepala Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Jambi Arfan.
Sebelumnya, Zumi dan Arfan resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait tindak pidana korupsi menerima gratifikasi terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Provinsi Jambi Tahun 2014-2017 pada Jumat (2/2) lalu.
Gratifikasi yang diduga diterima Zumi dan Arfan adalah Rp6 miliar.
Tersangka Zumi Zola baik bersama dengan Arfan maupun sendiri diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lain dalam kurun jabatannya sebagai Gubernur Jambi periode 2016-2021 sejumlah sekitar Rp6 miliar.
Zumi dan Arfan disangkakan pasal 12 B atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal 12 B mengatur mengenai Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidabna denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Selain itu, tersangka Arfan selaku Kabid Binamarga Dinas PUPR provinsi Jambi serta sebagai pejabat pembuat Komitmen merangkap Plt Kepala Dinas PUPR provinsi Jambi diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Dinas PUPR provinsi Jambi tahun 2014-2017 dan penerimaan lain.
Kasus ini adalah pengembangan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 29 November 2017 lalu terhadap Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi Arfan, dan Asisten Daerah Bidang III Provinsi Jambi Saifudin dan anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Supriono.
KPK menetapkan Supriono sebagai tersangka penerima suap, sedangkan pemberi suap adalah Erwan, Arfan dan Saifuddin. Artinya, Arfan ditetapkan sebagai tersangka untuk dua kasus yang berbeda.
Total uang yang diamankan dalam OTT itu adalah Rp4,7 miliar. Pemberian uang itu adalah agar anggota DPRD Provinsi Jambi bersedia hadir untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 karena para anggota DPRD itu berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018 karena tidak ada jaminan dari pihak Pemprov.
Untuk memuluskan proses pengesahan tersebut, diduga telah disepakati pencarian uang yang disebut sebagai "uang ketok".
Pencarian uang itu dilakukan pada pihak swasta yang sebelumnya telah menjadi rekanan Pemprov.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018
Tags: