Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan para pemuka agama harus lebih banyak memberikan ceramah keagamaan yang bersifat kerukunan dan tidak memecah-belah antarumat beragama.
Hal itu disampaikan Wapres Kalla menanggapi adanya eskalasi kekerasan terhadap umat beragama di daerah.
"Ya semua harus berhati-hati, dan apalagi pemuka agama harus lebih adem caranya dalam memberikan dakwah atau khotbah atau apa pun," kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa.
Peristiwa kekerasan terhadap umat beragama terjadi di beberapa daerah dalam beberapa waktu terakhir. Pada akhir Januari lalu di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, aksi bakti sosial oleh umat Gereja Katolik Santo Paulus Pringgolayan dibubarkan oleh ormas yang menamakan diri Front Jihad Islam (FJI). Mereka menuding aksi sosial tersebut berkedok kristenisasi.
Terakhir, Minggu (11/2), Gereja Katolik St. Lidwina Stasi Bedog, Sleman, Yogyakarta diserang oleh seorang pria bersenjata yang kemudian diketahui bernama Suliyono (22), warga Banyuwangi.
Serangan tersebut melukai tiga orang, termasuk Pastor Karl Edmund Prier, SJ yang sedang memimpin misa. Romo Prier dan seorang umat bernama Budijono mengalami luka di kepala, dan satu umat bernama Martinus Parmadi Subiantoro terluka di punggung.
"Saya cuma membaca yang di Yogya itu, mereka berkeliling itu, mungkin ada keresahan dalam jiwanya, ada ajaran yang masuk. Saya tidak tahu, biar polisi nanti yang menjelaskan," kata Wapres.
Sementara itu, Kapolres Sleman AKBP Firman Lukmanul Hakim mengatakan motif pelaku penyerangan di Gereja St. Lidwina Bedog, Sleman masih didalami.
"Motif masih dalam pendalaman. Kami masih mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti yang ada, serta olah tempat kejadian perkara. Sementara ini pelaku satu orang, mengenai ada orang yang menunggu di luar Gereja, masih kami dalami. Kami tidak bisa asal menuduh," Firman.
Wapres: sebaiknya pemuka agama lebih "adem" berdakwah
13 Februari 2018 15:54 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla (Foto: Laily Rachev Biro Pers Setpres) (Foto: Laily Rachev Biro Pers S)
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018
Tags: