Jakarta (ANTARA News) - Perkembangan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari peningkatan investasi dan ekspor Indonesia, di mana hal tersebut menjadi salah satu jurus Kementerian Perindustrian untuk membangun pertumbuhan ekonomi inklusif.



Demikian disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara ketika mewakili Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan bagi Pengusaha Entrepreneur’s Organization (EO) Indonesia Angkatan II yang diselenggarakan oleh Lemhannas RI di Jakarta.




“Dari sisi ekspor, produk industri merupakan kontributor utama dengan peranan mencapai 75,6 persen dari total ekspor Indonesia,” kata Ngakan melalui keterangan resmi diterima di Jakarta, Jumat.




Menurut Ngakan, komoditas yang mendominasi ekspor produk Indonesia pada tahun 2017 berasal dari lima kelompok industri, yaitu produk industri makanan, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri logam dasar, industri karet, barang dari karet dan plastik, serta industri pakaian jadi. 




“Oleh karena itu, berbagai kebijakan dan strategi telah dan akan terus dilakukan untuk semakin memacu ekspor produk tersebut,” ujarnya.




Terkait dengan pembangunan ekonomi inklusif, Ngakan menegaskan bahwa konsep pembangunan tersebut harus mampu menurunkan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja yang tinggi dan menurunkan ketimpangan ekonomi. 




Oleh karena itu, Pemerintah menetapkan beberapa kebijakan. 




Langkah strategis itu antara lain pembangunan infrastruktur, penguatan daya saing industri, penguatan kawasan ekonomi (KEK dan Kawasan Industri), serta membangun kawasan pariwisata di seluruh wilayah Indonesia melalui kebijakan pemerataan ekonomi (lahan, kesempatan, dan kapasitas sumber daya manusia/SDM).




“Upaya tersebut telah didukung dengan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I-XV, yang hasilnya cukup nyata dengan membaiknya penilaian lembaga asing terhadap Indonesia dari sisi daya tarik investasi, perbaikan peringkat daya saing global competitiveness index, dan membaiknya kemudahan berusaha (ease of doing business),” paparnya.




Dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi inklusif, Kementerian Perindustrian telah menetapkan empat strategi, yaitu kebijakan pembangunan SDM industri, pembangunan industri ke luar pulau Jawa, kebijakan e-smart IKM, dan kebijakan penerapan revolusi industri 4.0. 




Ngakan menjelaskan, kebijakan pembangunan SDM ini dalam rangka mencapai tujuan penyerapan lapangan kerja. 




Untuk itu, dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi, program link and match SMK dan industri, serta program pelatihan industri dengan sistem 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi dan penempatan). 




Selanjutnya, strategi pembangunan industri ke luar pulau Jawa ditujukan untuk mendorong pengurangan ketimpangan ekonomi. 




Kebijakan ini dilakukan dengan rencana pembangunan 16 zona industri (kawasan industri) sampai dengan tahun 2019 yang mayoritas berlokasi di luar pulau Jawa. 




Terkait kebijakan e-smart IKM, ditujukan dalam rangka peningkatan kesempatan IKM nasional dalam memasarkan produk secara lebih masif melalui platform digital. 




“Hal ini sejalan dengan arah kebijakan pembangunan Industry 4.0 yang saat ini tengah dikembangkan,” kata Ngakan. 




Saat ini, Kemenperin sedang menyusun roadmap pengembangan Industry 4.0 yang difokuskan pada lima sektor, yakni indutri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, dan kimia.




Kepala BPPI pun berharap peran pengusaha dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia, khsusnya sektor industri manufaktur. 




“Pengusaha memiliki peranan yang vital sebagai aktor utama penggerak ekonomi nasional. Dengan dunia usaha semakin meningkat, maka potensi penumbuhan menumbuhkan usaha-usaha baru di sektor produktif akan mampu menciptakan peluang kerja yang lebih banyak lagi,” paparnya.