Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua DPR Setya Novanto menyatakan dia mendapat laporan dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong bahwa Wakil Ketua Komisi II saat itu, Ganjar Pranowo, sudah mendapat jatah 500 ribu dolar AS terkait proyek pengadaan KTP-Elektronik.

"Waktu Andi ke rumah saya itu, menyampaikan telah memberikan bantuan dana untuk teman-teman ke Komisi II dan Banggar (Badan Anggaran) dan untuk Pak Ganjar sekitar bulan September 500 ribu dolar AS, itu disampaikan kepada saya," kata Setya Novanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis.

Setya Novanto mengemukakan itu terkait pertemuannya dengan Ganjar Pranowo di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali sekitar tahun 2011-2012, ketika dia mengatakan "jangan galak-galak" dan "apakah sudah selesai" mengenai proyek KTP-e yang anggarannya sedang dibahas di Komisi II.

"Background dari pada pertemuan saya dan Pak Ganjar memang tidak lama, yang khusus mengenai 'apakah sudah selesai' dan 'jangan galak-galak', yang sebenarnya ini kalau lihat dari background-nya Pak Ganjar, itu di mata saya dia bukan orang yang galak, tapi yang pertama pernah almarhum Mustoko Weni dan Ignatius Mulyono itu pada saat ketemu saya menyampaikan telah menyampaikan dana uang dari Andi untuk dibagikan ke Komisi II dan Banggar DPR, dari Mustoko Weni dan disebut namanya Pak Ganjar," ia menjelaskan.

Mustoko Weni pernah ketua kelompok fraksi PDI-Perjuangan di Komisi II DPR. Dia meninggal dunia pada Juni 2010. Sedang Ignatius Mulyono, yang ketika DPR membahas anggaran KTP-e merupakan anggota Komisi II dari fraksi Partai Demokrat, meninggal dunia pada Desember 2015.

"Kedua, Ibu Miryam (Haryani) juga mengatakan hal yang sama. Untuk itu saya penasaran, saya tanyakan saat ketemu Bapak apakah sudah selesai dari teman-teman? Pak Ganjar waktu menjawab ya itu 'Ya semuanya yang tahu urusannya Pak Chairuman', jadi itu saja yang saya perlu sampaikan," tambah Setya Novanto.

Chairuman Harahap pada waktu itu adalah Ketua Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar.


Ganjar Membantah

Ganjar membantah pemberian uang tersebut.

"Saya harus klarifikasi karena ini sudah di ujung dan perlu untuk komunikasi ke publik. Pertama Bu Mustoko Weni pernah menjanjikan kepada saya mau memberikan langsung dan saya tolak, sehingga publik mesti tahu sikap menolak saya," kata Ganjar, yang menjadi saksi dalam kasus tersebut.

Menurut Ganjar, Mustoko Weni memang pernah mengatakan "Dek, ini jatahmu, ada sesuatu yang signifikan", karena berpikir bahwa ia kemungkinan akan diberi uang, maka Ganjar menolak dengan mengatakan "Tidak usah".

"Ketika Bu Yani (Miryam S Haryani, anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura) pun mengatakan mau memberikan ke saya, di depan Pak Novel, dia menolak, tidak pernah memberikan ke saya," tambah Ganjar.

Ganjar pun membantah menerima uang dari Andi Narogong seperti keyakinan Setya Novanto.

"Andi Narogong pada saat kesaksiannya ke saya mengatakan tidak pernah memberikan ke saya, bahkan penasihat hukum Irman saat menanyakan ke saya katanya Andi Narogong yang memberikan di tempat Bu Mustoko Weni, Bu Mustoko Weni sudah meninggal, saya menyampaikan apa yang disampaikan Pak Nov dari cerita itu tidak benar," jelas Ganjar.

Namun Setnov tetap pada keterangannya. "Tetap pada keterangan," jawab Setya Novanto.

"Iya Pak saya juga tetap, keterangan diberikan sangat terbuka dan nanti boleh dicek," balas Ganjar.

Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-e. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun Made Oka Masagung, rekan Setya Novanto dan pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura.

Sedangkan jam tangan diterima Setya Novanto dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena telah membantu memperlancar proses penganggaran KTP-elektronik, yang korupsinya total menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,3 triliun.