Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) menyatakan bahwa mahasiswa boleh menyampaikan aspirasi namun harus tetap memperhatikan etika yang ada.

"Pertama, yang namanya aspirasi yang perlu diperhatikan adalah tata cara penyampaiannya. Bukan Pak Jokowinya, tapi beliau datang kapasitasnya sebagai kepala negara yang merupakan simbol resmi negara. Kalau menyampaikan aspirasinya tidak apa-apa, namun perlu diperhatikan etika yang ada," ujar Direktur Kemahasiswaan Ditjen Belmawa Kemristekdikti, Didin Wahidin, di Jakarta, Jumat.

Pada acara Dies Natalies Universitas Indonesia ke-68, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Zaadit Taqwa memberikan "kartu kuning" sebagai bentuk peringatan atas berbagai masalah yang terjadi di dalam negeri.

Menurut Didin, untuk anak muda mungkin hal itu pantas saja tapi tidak pada tempatnya.

"Kita sebagai bangsa, kalau menyampaikan aspirasi pada saluran yang ada. Misalnya kalau ada aspirasi kekecewaan, bisa menyampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), nanti DPR akan mengambil langkah berikutnya."

"Kalau ke UI, Pak Jokowi datang sebagai Presiden, ya harus dihormati sebagai Presiden, karena beliau datang bukan sebagai Jokowi tetapi sebagai Presiden."

Menurut Didin, boleh menyampaikan aspirasi tetapi harus santun dan disalurkan pada saluran yang sudah disepakati bersama.

"Presiden dan DPR kan memang sudah ada salurannya," cetus dia.

Disinggung, apakah nantinya Ketua BEM UI tersebut akan mendapatkan sanksi dari Kemristekdikti, Didin mengatakan bahwa hal itu diserahkan ke pihak kampus. Di kampus sudah ada kode etik dan juga senat akademik yang rapat untuk memutuskan sanksinya.

"Kritik boleh, tapi harus ada etika bagaimana menghormati orang lain. Tapi sekali lagi, namanya juga mahasiswa sedang belajar. Jadikan peristiwa ini sebagai pembelajaran," imbuh dia.