Mahkamah Konstitusi tegaskan pasal soal makar konstitusional
1 Februari 2018 13:47 WIB
Arsip Foto. Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) didampingi Majelis Hakim MK Anwar Usman (kiri) dan Suhartoyo (kanan) dalam sidang putusan empat perkara PUU di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta, Rabu (31/1/2018). (ANTARA /Aprillio Akbar)
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya pada Kamis menyatakan bahwa Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 108, Pasal 139a, Pasal 139b, dan Pasal 140 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkenaan dengan makar sudah sesuai dengan UUD 1945.
Saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan menolak seluruhnya permohonan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana (Institute for Criminal Justice Reform).
Mahkamah menyatakan tidak menemukan konsep rumusan yang mereka tawarkan untuk mengubah konstruksi pasal-pasal yang menurut mereka inkonstitusional.
"Argumentasi Pemohon bahwa dengan memaknai kata 'makar' dalam pasal-pasal KUHP tersebut sebagai 'serangan' tanpa disertai formulasi yang jelas tentang unsur-unsur tidak pidana dimaksud akan memberi kepastian hukum, sulit diterima," kata Hakim Konstitusi Suhartoyo.
"Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum," katanya.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat bila kata "makar" dimaknai sebagai serangan tanpa dikaitkan dengan rumusan norma, terutama dalam Pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maka itu justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Karena penegak hukum baru dapat melakukan tindakan hukum terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana makar, apabila orang yang bersangkutan telah melakukan tindakan 'serangan' dan telah nyata menimbulkan korban," jelas Suhartoyo.
Selain itu Mahkamah juga menegaskan bahwa penegak hukum harus berhati-hati dalam menerapkan pasal-pasal yang berkenaan dengan makar supaya itu tidak menjadi alat untuk membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dalam negara demokratis.
Saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan menolak seluruhnya permohonan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana (Institute for Criminal Justice Reform).
Mahkamah menyatakan tidak menemukan konsep rumusan yang mereka tawarkan untuk mengubah konstruksi pasal-pasal yang menurut mereka inkonstitusional.
"Argumentasi Pemohon bahwa dengan memaknai kata 'makar' dalam pasal-pasal KUHP tersebut sebagai 'serangan' tanpa disertai formulasi yang jelas tentang unsur-unsur tidak pidana dimaksud akan memberi kepastian hukum, sulit diterima," kata Hakim Konstitusi Suhartoyo.
"Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum," katanya.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat bila kata "makar" dimaknai sebagai serangan tanpa dikaitkan dengan rumusan norma, terutama dalam Pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maka itu justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Karena penegak hukum baru dapat melakukan tindakan hukum terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana makar, apabila orang yang bersangkutan telah melakukan tindakan 'serangan' dan telah nyata menimbulkan korban," jelas Suhartoyo.
Selain itu Mahkamah juga menegaskan bahwa penegak hukum harus berhati-hati dalam menerapkan pasal-pasal yang berkenaan dengan makar supaya itu tidak menjadi alat untuk membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dalam negara demokratis.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018
Tags: