MK tolak permohonan Kamaludin Harahap
31 Januari 2018 21:07 WIB
Terdakwa kasus suap APBD Sumatera Utara dan Hak Interpelasi DPRD Sumut Kamaluddin Harahap bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (14/4/2016). (NTARA FOTO/Wahyu Putro A) ()
Jakarta (ANTARA News) - Amar Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan uji materi ketentuan dalam UU Pemasyarakatan terkait pemberian remisi, yang diajukan oleh mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Kamaluddin Harahap.
"Amar putusan mengadili, menolak permohona Pemohon untuk selain dan selebihnya," ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat, ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Rabu.
Dalam pertimbangannya Mahkamah menilai permohonan Kamaluddin mengenai pengujian Pasal 14 ayat (1) huruf k dan Pasal 14 ayat (2) UU Pemasyarakatan tidak beralasan menurut hukum.
Terkait dengan perbedaan penafsiran Pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan yang didalilkan oleh Pemohon, Mahkamah berpendapat yang terjadi bukanlah perbedaan penafsiran.
Namun, yang terjadi adalah peraturan yang berlaku sebagai hukum yang hidup terus menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya terkait dengan sistem pemasyarakatan.
"Jadi persoalannya terletak pada adanya kebutuhan hukum dalam penerapan Pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan tersebut," jelas Hakim Konstitusi membacakan pertimbangan Mahkamah.
Dengan demikian hak narapidana memperoleh pembebasan bersyarat tidak dapar ditafsirkan lain atau diberi pemaknaan berbeda.
Kendati demikian, bila benar terdapat perbedaan penafsiran dari ketentuan a quo dengan Peraturan Pemerintah, Mahkamah berpendapat bahwa peraturan tersebut merupakan peraturan teknis dalam kewenangan pemerintah untuk mengatur lebih lanjut.
"Sementara itu persoalan peraturan teknis bukanlah permasalahan konstitusional yang menjadi kewenangan Mahkamah," jelas Hakim Konstitusi.
Sementara itu terkait dengan dalil Pemohon yang menyebutkan Pasal 14 ayat (2) tidak memberikan kepastian hukum dan tidak memenuhi fungsi peraturan perundang-undangan, Mahkamah menjelaskan bahwa Pemerintah memiliki kewenangan delegasi untuk mengatur syarat dan tata cara pemberian hak-hak narapidana termasuk hak remisi dan pembebasan bersyarat.
"Kewenangan delegasi itu menurut Mahkamah tidak bertentangan dengan konstitusi, karena justru bertujuan untuk memperjelas hal-hal yang bersifat teknis dalam pelaksanaan suatu norma," jelas Hakim Konstitusi.
Sedangkan permohonan uji materi Pasal 14 ayat (1) huruf i, sudah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam Putusan MK Nomor 54/PUU-XV/2017 dengan objek permohonan yang sama, sehingga berlaku sama dengan permohonan a quo.
"Amar putusan mengadili, menolak permohona Pemohon untuk selain dan selebihnya," ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat, ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Rabu.
Dalam pertimbangannya Mahkamah menilai permohonan Kamaluddin mengenai pengujian Pasal 14 ayat (1) huruf k dan Pasal 14 ayat (2) UU Pemasyarakatan tidak beralasan menurut hukum.
Terkait dengan perbedaan penafsiran Pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan yang didalilkan oleh Pemohon, Mahkamah berpendapat yang terjadi bukanlah perbedaan penafsiran.
Namun, yang terjadi adalah peraturan yang berlaku sebagai hukum yang hidup terus menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya terkait dengan sistem pemasyarakatan.
"Jadi persoalannya terletak pada adanya kebutuhan hukum dalam penerapan Pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan tersebut," jelas Hakim Konstitusi membacakan pertimbangan Mahkamah.
Dengan demikian hak narapidana memperoleh pembebasan bersyarat tidak dapar ditafsirkan lain atau diberi pemaknaan berbeda.
Kendati demikian, bila benar terdapat perbedaan penafsiran dari ketentuan a quo dengan Peraturan Pemerintah, Mahkamah berpendapat bahwa peraturan tersebut merupakan peraturan teknis dalam kewenangan pemerintah untuk mengatur lebih lanjut.
"Sementara itu persoalan peraturan teknis bukanlah permasalahan konstitusional yang menjadi kewenangan Mahkamah," jelas Hakim Konstitusi.
Sementara itu terkait dengan dalil Pemohon yang menyebutkan Pasal 14 ayat (2) tidak memberikan kepastian hukum dan tidak memenuhi fungsi peraturan perundang-undangan, Mahkamah menjelaskan bahwa Pemerintah memiliki kewenangan delegasi untuk mengatur syarat dan tata cara pemberian hak-hak narapidana termasuk hak remisi dan pembebasan bersyarat.
"Kewenangan delegasi itu menurut Mahkamah tidak bertentangan dengan konstitusi, karena justru bertujuan untuk memperjelas hal-hal yang bersifat teknis dalam pelaksanaan suatu norma," jelas Hakim Konstitusi.
Sedangkan permohonan uji materi Pasal 14 ayat (1) huruf i, sudah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam Putusan MK Nomor 54/PUU-XV/2017 dengan objek permohonan yang sama, sehingga berlaku sama dengan permohonan a quo.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: