Jakarta (ANTARA News) - Perancang busana Vivi Zubedi menelusuri pedalaman Kalimantan Selatan untuk bertemu para pengrajin kain Sasirangan dan Pagatan dalam mempersiapkan karyanya di ajang internasional New York Fashion Week 2018.

Dalam perjalanan tersebut, dia mengungkapkan betapa nasib para pengrajin kain tradisional di Kalimantan Selatan tersebut masih hidup di bawah garis kemiskinan, padahal dari tangan-tangan mereka terlahir kain-kain yang memiliki nilai budaya tinggi dan berpotensi dihadirkan dalam ajang mode internasional.

"Saya tanya berapa upah untuk menghasilkan selembar kain sepanjang sekitar dua meter, di mana mereka harus telusur terlebih dauhulu, kemudian diwarnai, kemudian dibuka telusurnya dengan hati-hati, karena kalau tidak kainnya akan bolong. Itu butuh ketelitian tinggi. Dan upah mereka hanya Rp1.000," ungkap dia, di Jakarta, Rabu.

Selain itu, beberapa pengrajin yang juga mengerjakan motif untuk kain pagatan dari Kalimantan Selatan hanya diberi upah Rp500 untuk selembar kain. Vivi kemudian melanjutkan pertanyaannya, apakah upah tersebut cukup untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari.

"Kemudian mereka bilang, harus mengerjakan sekitar 30 kain dalam sehari untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalau saya hitung, dengan kerja maksimal, pendapatan mereka hanya Rp400.000 dalam sebulan," ujar dia.

Melihat kenyataan tersebut, Zubedi mengajak pemerintah daerah setempat untuk mengangkat kesejahteraan para pengrajin dengan memberi pembinaan dan memfasilitasi para pembeli dari luar negeri yang ingin membeli kain-kain tersebut.

Menurut dia, kain-kain yang mereka hasilkan masih perlu sentuhan modern agar semakin diminati oleh pegiat mode di dalam maupun luar negeri.

"Mimpi saya adalah saya nantinya akan menjadi perantara antara buyer dan pengrajin, yang tidak meraup keuntungan, sehingga para pengrajin bisa menyesuaikan kain buatannya dengan keinginan buyer. Ini memang masih jauh, tapi saya harap bisa terwujud," ujarnya.