Karena amat langka, BMKG ajak nonton bareng gerhana bulan total
31 Januari 2018 13:46 WIB
Pesawat MD-90 Delta penerbangan 1789 dari Atlanta ke Jacksonville melewati super moon di langit malam di Georgia. Sebuah fenomena selestial langka saat super moon, blue moon dan gerhana bulan total akan terjadi di waktu bersamaan di pagi dini hari tanggal 31 Januari 2018, di Senoia, Georgia, Amerika Serikat, Selasa (30/1/2018). (REUTERS/USA TODAY Sports/David Mercer) (REUTERS/USA TODAY Sports/David)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengajak masyarakat untuk "nonton bareng" fenomena alam gerhana bulan total pada Rabu petang-malam karena peristiwa ini hanya terjadi 150 tahun sekali di lokasi yang sama.
"Ini fenomena langka dengan gerhana bulan yang diikuti supermoon, blue moon dan blood moon. 150 tahun itu sangat lama bahkan usia manusia tidak sampai segitu," kata Dwikorita di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan supermoon adalah penampakan bulan penuh dengan tingkat lebih terang dan besar dari biasanya karena posisi bulan dan bumi sangat dekat. Pada waktu yang sama, kata dia, purnama dan gerhana akan tampak lebih besar dari biasanya.
Selanjutnya soal blue moon, mantan Rektor Universitas Gadjah Mada itu mengatakan istilah bulan biru itu merujuk pada fenomena terjadinya gerhana dua kali dalam bulan yang saja, yaitu pada Januari. Gerhana ini terjadi pada awal dan akhir Januari.
Baca juga:"Super blue blood moon" baru muncul lagi 2028 dan 2037
Kemudian, kata dia, istilah blood moon itu merujuk pada penampakan bulan yang cenderung berwarna merah. Warna merah darah itu terjadi saat bulan memasuki area bayangan bumi di bagian umbra atau ketika gerhana bulan total memasuki fase puncaknya.
Dia mengatakan gerhana bulan total itu umumnya membuat penampakan bulan di langit gelap sepenuhnya. Akan tetapi, fenomena bulan pada Rabu petang saat gerhana bulan total itu akan berwarna merah dan itu jarang terjadi.
Dwikorita mengatakan fenomena gerhana bulan dengan tiga jenis penampakan itu dapat disaksikan dengan jelas oleh masyarakat di Makassar, Bengkulu dan Pontianak karena cuaca di sana diperkirakan cerah pada Rabu petang sampai malam hari.
Sementara di DKI Jakarta cuaca kurang baik karena prosentase bulan tertutup awan adalah 60 persen. Dengan begitu, fenomena gerhana bulan total Rabu itu tidak dapat dilihat dengan sempurna oleh sebagian masyarakat di Jakarta.
Baca juga:Mengapa "blue moon", mengapa "blood moon"?
"Ini fenomena langka dengan gerhana bulan yang diikuti supermoon, blue moon dan blood moon. 150 tahun itu sangat lama bahkan usia manusia tidak sampai segitu," kata Dwikorita di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan supermoon adalah penampakan bulan penuh dengan tingkat lebih terang dan besar dari biasanya karena posisi bulan dan bumi sangat dekat. Pada waktu yang sama, kata dia, purnama dan gerhana akan tampak lebih besar dari biasanya.
Selanjutnya soal blue moon, mantan Rektor Universitas Gadjah Mada itu mengatakan istilah bulan biru itu merujuk pada fenomena terjadinya gerhana dua kali dalam bulan yang saja, yaitu pada Januari. Gerhana ini terjadi pada awal dan akhir Januari.
Baca juga:"Super blue blood moon" baru muncul lagi 2028 dan 2037
Kemudian, kata dia, istilah blood moon itu merujuk pada penampakan bulan yang cenderung berwarna merah. Warna merah darah itu terjadi saat bulan memasuki area bayangan bumi di bagian umbra atau ketika gerhana bulan total memasuki fase puncaknya.
Dia mengatakan gerhana bulan total itu umumnya membuat penampakan bulan di langit gelap sepenuhnya. Akan tetapi, fenomena bulan pada Rabu petang saat gerhana bulan total itu akan berwarna merah dan itu jarang terjadi.
Dwikorita mengatakan fenomena gerhana bulan dengan tiga jenis penampakan itu dapat disaksikan dengan jelas oleh masyarakat di Makassar, Bengkulu dan Pontianak karena cuaca di sana diperkirakan cerah pada Rabu petang sampai malam hari.
Sementara di DKI Jakarta cuaca kurang baik karena prosentase bulan tertutup awan adalah 60 persen. Dengan begitu, fenomena gerhana bulan total Rabu itu tidak dapat dilihat dengan sempurna oleh sebagian masyarakat di Jakarta.
Baca juga:Mengapa "blue moon", mengapa "blood moon"?
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018
Tags: