Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengungkapkan selama 2017 ekspor minyak sawit Indonesia menembus angka 23 miliar dolar AS, naik 26 persen dibandingkan perolehan 2016.

Sekretaris Jenderal GAPKI Togar Sitanggang dalam paparan Refleksi Industri Kelapa Sawit 2017 dan Prospek 2018 di Jakarta, Selasa mengatakan, pada 2016 ekspor minyak sawit Indonesia (CPO dan turunanya) mencapai 18,22 miliar dolar AS sedangkan 2017 menjadi 22,97 miliar dolar AS.

"Nilai ekspor minyak sawit tahun 2017 ini merupakan nilai tertinggi yang pernah dicapai sepanjang sejarah ekspor minyak sawit Indonesia," katanya.

Berdasarkan GAPKI ekspor minyak sawit Indonesia (CPO dan turunannya) tidak termasuk biodiesel dan oleochemical pada 2017 mencapai 31,05 juta ton atau meningkat 23 persen dari 2016 yang sebanyak 25,11 juta ton.

Menurut Togar, pada 2017, hampir semua negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia mencatatkan kenaikan permintaan minyak sawitnya.

India mencatatkan kenaikan permintaan yang signifikan baik secara volume maupun persentase, yang mana sepanjang 2017 India menembus 7,63 juta ton atau naik 1,84 juta ton atau naik 32 persen dibandingkan dengan tahun 2016 dimana total permintaan sebesar 5,78 juta ton.

Ekspor ke negara-negara Afrika juga mencatatkan peningkatan 50 persen dari 1,52 juta ton menjadi 2,29 juta ton. Kenaikan terus diikuti oleh China sebesar 16 persen dari 3,23 juta ton menjadi 3,73 juta ton.

Negara-negara Uni Eropa naik 15 persen dari 4,37 ton pada 2016 menjadi 5,03 juta ton pada 2017, Pakistan naik 7 dari 2,07 juta ton menjadi 2,21 juta ton, Amerika Serikat naik 9 persen dari 1,08 juta ton menjadi 1,18 juta ton.

Kemudian, Bangladesh naik 36 persen dari 922,85 ribu ton menjadi 1,26 juta ton dan negara-negara Timur Tengah naik 7 persen dari 1,98 juta ton menjadi 2,12 juta ton.

Sementara itu ekspor minyak sawit pada 2018, menurut Togar, diprediksi juga mengalami peningkatan seiring pertumbuhan penduduk dunia dan peningkatan konsumsi komoditas tersebut.

"Minyak sawit dinilai masih memiliki daya saing lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lain, karena harganya murah, banyak digunakan dan tidak bisa digantikan dengan minyak nabati lain," katanya.

Menurut dia, selama penduduk dunia terus mengalami pertumbuhan serta perekonomian mengalami peningkatan maka kebutuhan terhadap minyak sawit juga akan meningkat.