"Dari segi undang-undang juga perlu dipertanyakan, bahwa itu (Plt Gubernur) setingkat pejabat madya kedua harus dari dalam Kemendagri, kenapa tiba-tiba jadi kepolisian, ini perlu dipertanyakan," kata Deddy di Bandung, Jumat.
Menurut dia, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang mengatur penjabat Gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya bukan institusi lain.
"Sedangkan kepolisian kan itu dari institusi lain, ini bukan di bawah Kemendagri, jadi saya kira ini yang perlu dipertanyakan kenapa kok tidak sesuai dengan undang-undang," kata dia.
"Kemungkinan nanti ada keterkaitan dengan pilkada itu sendiri kemudian bagaimana kemampuannya dalam mengelola pemerintahan daerah selain itu (plt gubernur dari Polri) melanggar undang-undang. Kemungkinan-kemungkinan itu tetap ada," kata dia.
Dia menyarankan agar posisi plt gubernur di Provinsi Jawa Barat diisi oleh orang yang kompeten dan sesuai UU 10/2016.
"Plt itu kan tanggal 13 Juni, Pilkada Jabar-nya 27 Juni. Kok tiba-tiba (plt gubernur) jadi polisi, kontestas (Pilgub Jabar) ada dari polisi. Nah ini daripada mengundang tanda tanya mendingkan menurut saya untuk Jabar dikaji ulang," kata dia.
(Baca juga: DPR pertanyakan perwira tinggi Polri diusulkan jadi Plt Gubernur)
(Baca juga: Wakapolri: pati Polri jadi Plt Gubernur masih wacana)