Jusuf Kalla tanggapi penolakan petani terkait impor beras
25 Januari 2018 18:54 WIB
Dokumentasi pekerja mengeluarkan beras dari karung untuk proses pembersihan di Pasar Beras Martoloyo, Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (13/1/2018). Sejumlah pedagang beras, mendukung kebijakan pemerintah menstabilkan harga beras dengan melakukan impor karena harga beras di pasaran terus merangkak naik, sepekan terakhir dari Rp500 hingga Rp1.500 per kilogram, akibat pasokan dari petani turun hingga 75 persen. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)
Makassar (ANTARA News) - Wakil Presiden, Jusuf Kalla, merespon atau menanggapi terkait penolakan para petani khususnya yang berasal dari pulau Jawa terkait rencana pemerintah mengimpor beras.
Kalla, di Makassar, Kamis, mengatakan, yang dilakukan pemerintah mengimpor beras tentu sudah dipikirkan secara matang dan penuh pertimbangan.
"Biasa (ada penolakan). Pemerintah itu tidak akan ambil resiko. Jika sedikit atau berkurang (stok beras dalam negeri), maka akan ditambah," jelasnya, usai menerima Gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) yang diberikan Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, hari ini.
Setelah ada rencana impor beras, para petani di sejumlah daerah di Pulau Jawa, seperti halnya di daerah Klaten (Jawa Tengah), Bojonegoro (Jawa Timur) hingga Demak, Jawa Tengah.
Adapun alasan para petani itu diantaranya dikarenakan waktu musim panen raya yang akan segera datang. Selain itu, biaya yang dikeluarkan para petani juga cukup besar sehingga dianggap tidak tercukupi jika pada akhirnya harus mendatangkan beras dengan harga yang lebih murah dari harga pasaran saat ini.
"Pemerintah itu tidak mau ambil resiko. Jika sedikit atau berkurang maka akan ditambah," ujarnya singkat.
Orang nomor dua di Indonesia itu sebelumnya telah menegaskan jika keputusan pemerintah untuk mengimpor 500.000 ton beras, karena persediaan beras di dalam negeri masih kurang.
Kurangnya produksi beras dalam negeri disebabkan antara lain kondisi cuaca, yang menyebabkan kualitas beras tidak maksimal.
Kalla, di Makassar, Kamis, mengatakan, yang dilakukan pemerintah mengimpor beras tentu sudah dipikirkan secara matang dan penuh pertimbangan.
"Biasa (ada penolakan). Pemerintah itu tidak akan ambil resiko. Jika sedikit atau berkurang (stok beras dalam negeri), maka akan ditambah," jelasnya, usai menerima Gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) yang diberikan Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, hari ini.
Setelah ada rencana impor beras, para petani di sejumlah daerah di Pulau Jawa, seperti halnya di daerah Klaten (Jawa Tengah), Bojonegoro (Jawa Timur) hingga Demak, Jawa Tengah.
Adapun alasan para petani itu diantaranya dikarenakan waktu musim panen raya yang akan segera datang. Selain itu, biaya yang dikeluarkan para petani juga cukup besar sehingga dianggap tidak tercukupi jika pada akhirnya harus mendatangkan beras dengan harga yang lebih murah dari harga pasaran saat ini.
"Pemerintah itu tidak mau ambil resiko. Jika sedikit atau berkurang maka akan ditambah," ujarnya singkat.
Orang nomor dua di Indonesia itu sebelumnya telah menegaskan jika keputusan pemerintah untuk mengimpor 500.000 ton beras, karena persediaan beras di dalam negeri masih kurang.
Kurangnya produksi beras dalam negeri disebabkan antara lain kondisi cuaca, yang menyebabkan kualitas beras tidak maksimal.
Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018
Tags: