Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia dan pemerintah ingin menjangkar laju inflasi kelompok pangan dengan harga bergejolak (volatile foods) di rentang 4-5 persen (tahun ke tahun/yoy) pada 2018, agar sasaran inflasi nasional tahun ini di 2,5-4,5 persen (yoy) bisa terjaga.

Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Rabu, mengatakan rapat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) telah menyepkati untuk terus menekan inflasi "volatile foods", di tengah mulai meningkatnya kerawanan inflasi pangan seperti yang terjadi pada awal tahun ini.

TPID melihat sejumlah beberapa harga komoditas pangan perlu diwaspadai, seperti beras, cabai, dan bawang.

"Kita harus jaga itu. Jadi kami canangkan 2018 supaya bisa 2,5-4,5 persen, dengan menjaga `volatile foods`," kata Agus.

Sebagai perbandingan, pada 2017, BI dan pemerintah juga menargetkan inflasi "volatile foods" agar tidak melebihi rentang 4-5 persen (yoy).

Realisasinya, inflasi "volatile foods" sepanjang 2017 sebesar 0,71 persen (yoy), jauh di bawah yang ditargetkan. Bahkan, angka inflasi itu merupakan inflasi "volatile foods" yang terendah selama 14 tahun terakhir.

Agus menambahkan BI dan pemerintah juga sepakat untuk meningkatkan koordinasi apabila pemerintah ingin menyesuaikan harga barang yang diatur pemerintah (administered prices), seperti Bahan Bakar Minyak dan Tarif Dasar Listrik.

Selain itu, BI dan pemerintah juga akan mendorong penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) yang mengatur agar peran TPI Pusat dan Daerah, karena sebelumnya hanya diatur melalui nota kesepahaman (MoU).

Di Januari 2018, BI memperkirakan inflasi akan sekitar 0,6 persen (bulan ke bulan/mtm), karena dipengaruhi meningkatnya tekanan harga beras, varietas cabai, dan produk lainnya dari kelompok hortikultura.

Namun, Agus meyakini tekanan dari kelompok harga pangan itu akan segera mereda, karena meningkatnya produksi pangan usai musim panen awal tahun.

Selain itu, kebijakan impor beras yang sudah dilakukan pemerintah dinilai akan membantu menstabilkan harga di pasaran.