Indonesia-Pakistan sepakat kerja sama sawit berkesinambungan
24 Januari 2018 16:49 WIB
Pekerja merontokkan buah kelapa sawit dari tandannya di Desa Sido Mulyo, Aceh Utara, Aceh, Kamis (26/10/2017). Para pekerja manyoritas kaum perempuan mengaku, dalam sehari mereka mampu memisahkan dan merontokkan biji kelapa sawit sebanyak 250 kilogram dengan upah Rp200 per kilogram atau menerima upah Rp.50 ribu perhari. (ANTARA FOTO/Rahmad)
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Pakistan sepakat meningkatkan kerja sama ekspor-impor sawit yang berkesinambungan, mengingat Pakistan adalah pasar terbesar ketiga bagi komoditi sawit Indonesia.
Pakistan yang bependuduk 207 juta orang mengimpor lebih dari 80 persen kebutuhan sawit dari Indonesia.
"Karena diperlukan upaya berkesinambungan untuk merawat pasar dalam rangka mempertahankan posisi sawit Indonesia di Pakistan," kata Duta Besar RI untuk Pakistan, Iwan Suyudhie Amri, ketika menjadi fasilitator pertemuan Indonesia-Pakistan Palm Oil Joint Committee (IP-JPOC) di Karachi baru-baru ini, demikian keterangan tertulis KBRI Islamabad yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.
Gagasan dibentuknya IP-JPOC disampaikan Dubes Iwan dalam seminar sawit Indonesia-Pakistan di Karachi pada Januari 2017. Ide itu kemudian direalisasikan pada Maret tahun lalu.
IP-JPOC menjadi forum komunikasi bagi pelaku industri sawit di kedua negara untuk membahas segala masalah terkait komoditi sawit yang menjadi fokus kedua pihak, sekaligus mencari solusi terbaik.
Dalam pertemuan terakhir IP-JPOC dibahas tiga isu pokok, yaitu pungutan ekspor CPO, kerja sama investasi dan ketidakseimbangan perdagangan Indonesia-Pakistan.
Mewakili kepentingan industri sawit Pakistan, Ketua Pakistan Vanaspati Manufacturers Association (PVMA) Sheikh Atif Rasheed mengharapkan Pemerintah Indonesia dapat meninjau kebijakan pengenaan pungutan ekspor CPO yang membebani importir Pakistan dan berdampak pada tutupnya pabrik pengilangan minyak sawit di Pakistan.
Menurut dia, harapan tersebut relevan karena Pakistan mengalami defisit perdagangan yang besar dengan Indonesia. Isu lain yang diajukan adalah pentingnya penyelesaian perbedaan metode pengukuran volume densitas pengiriman produk sawit (landed weight issue).
Menanggapi hal tersebut Staf Khusus Menlu RI untuk Penguatan Program Prioritas dan Tohari Sitanggang, Sekjen GAPKI, Mahendra Siregar, mengatakan pengembangan kerja sama perdagangan sawit dapat lebih diperkuat termasuk melalui kerja sama investasi industri sawit di Pakistan sehingga nilai tambah proses industri dapat dirasakan oleh kedua belah pihak.
Kerja sama investasi juga memungkinkan Pakistan dapat memanfaatkan pasar produk sawit di negara ketiga dengan ketersediaan bahan baku yang lebih dapat diprediksi dan berkesinambungan dari Indonesia.
Dengan demikian, Indonesia dan Pakistan diharapkan akan menciptakan kerja sama perdagangan yang berkesinambungan.
Mengenai ketidakseimbangan perdagangan, Staf Khusus Menlu menekankan Indonesia telah memberikan tambahan 20 pos tarif yang diminta Pakistan secara unilateral yang sangat jarang terjadi dalam suatu mekanisme perjanjian perdagangan.
Sebagai tindak lanjut pembahasan terhadap tiga isu tersebut, pertemuan IP-JPOC sepakat membentuk sub komite di bawah IP-JPOC yang beranggotakan wakil dari Indonesia dan Pakistan yang akan diajukan asosiasi masing-masing dalam waktu dekat.
Delegasi Indonesia dalam pertemuan IP-JPOC terdiri dari Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), GAPKI, MAKSI, BPDP KS dan KBRI; sementara delegasi Pakistan terdiri dariPVMA, APSEA, PEORA, PSMA, MM Group, dan Sufi Group.
Pakistan yang bependuduk 207 juta orang mengimpor lebih dari 80 persen kebutuhan sawit dari Indonesia.
"Karena diperlukan upaya berkesinambungan untuk merawat pasar dalam rangka mempertahankan posisi sawit Indonesia di Pakistan," kata Duta Besar RI untuk Pakistan, Iwan Suyudhie Amri, ketika menjadi fasilitator pertemuan Indonesia-Pakistan Palm Oil Joint Committee (IP-JPOC) di Karachi baru-baru ini, demikian keterangan tertulis KBRI Islamabad yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.
Gagasan dibentuknya IP-JPOC disampaikan Dubes Iwan dalam seminar sawit Indonesia-Pakistan di Karachi pada Januari 2017. Ide itu kemudian direalisasikan pada Maret tahun lalu.
IP-JPOC menjadi forum komunikasi bagi pelaku industri sawit di kedua negara untuk membahas segala masalah terkait komoditi sawit yang menjadi fokus kedua pihak, sekaligus mencari solusi terbaik.
Dalam pertemuan terakhir IP-JPOC dibahas tiga isu pokok, yaitu pungutan ekspor CPO, kerja sama investasi dan ketidakseimbangan perdagangan Indonesia-Pakistan.
Mewakili kepentingan industri sawit Pakistan, Ketua Pakistan Vanaspati Manufacturers Association (PVMA) Sheikh Atif Rasheed mengharapkan Pemerintah Indonesia dapat meninjau kebijakan pengenaan pungutan ekspor CPO yang membebani importir Pakistan dan berdampak pada tutupnya pabrik pengilangan minyak sawit di Pakistan.
Menurut dia, harapan tersebut relevan karena Pakistan mengalami defisit perdagangan yang besar dengan Indonesia. Isu lain yang diajukan adalah pentingnya penyelesaian perbedaan metode pengukuran volume densitas pengiriman produk sawit (landed weight issue).
Menanggapi hal tersebut Staf Khusus Menlu RI untuk Penguatan Program Prioritas dan Tohari Sitanggang, Sekjen GAPKI, Mahendra Siregar, mengatakan pengembangan kerja sama perdagangan sawit dapat lebih diperkuat termasuk melalui kerja sama investasi industri sawit di Pakistan sehingga nilai tambah proses industri dapat dirasakan oleh kedua belah pihak.
Kerja sama investasi juga memungkinkan Pakistan dapat memanfaatkan pasar produk sawit di negara ketiga dengan ketersediaan bahan baku yang lebih dapat diprediksi dan berkesinambungan dari Indonesia.
Dengan demikian, Indonesia dan Pakistan diharapkan akan menciptakan kerja sama perdagangan yang berkesinambungan.
Mengenai ketidakseimbangan perdagangan, Staf Khusus Menlu menekankan Indonesia telah memberikan tambahan 20 pos tarif yang diminta Pakistan secara unilateral yang sangat jarang terjadi dalam suatu mekanisme perjanjian perdagangan.
Sebagai tindak lanjut pembahasan terhadap tiga isu tersebut, pertemuan IP-JPOC sepakat membentuk sub komite di bawah IP-JPOC yang beranggotakan wakil dari Indonesia dan Pakistan yang akan diajukan asosiasi masing-masing dalam waktu dekat.
Delegasi Indonesia dalam pertemuan IP-JPOC terdiri dari Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), GAPKI, MAKSI, BPDP KS dan KBRI; sementara delegasi Pakistan terdiri dariPVMA, APSEA, PEORA, PSMA, MM Group, dan Sufi Group.
Pewarta: Mohamad Anthoni
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018
Tags: